Rabu, 06 Juli 2011

PERMEN TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PELATIHAN MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.01/MEN/2011
TENTANG
PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PELATIHAN MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pencapaian target
pemenuhan tenaga terlatih di bidang kelautan dan perikanan
sesuai dengan standar kompetensi dan kebutuhan pasar tenaga
kerja di sektor kelautan dan perikanan, dibutuhkan adanya
kegiatan pelatihan kelautan dan perikanan yang efisien dan
efektif serta berkualitas;
b. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pelatihan di bidang kelautan dan perikanan bagi masyarakat,
diperlukan adanya peran aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan pelatihan melalui lembaga pelatihan yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat secara mandiri;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pembentukan dan
Pengembangan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan
Perikanan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
2. Undang-Undang …
- 2 -
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018);
7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan;
11. Peraturan …
- 3 -
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PELATIHAN MANDIRI
KELAUTAN DAN PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri adalah lembaga pelatihan di
bidang kelautan dan perikanan yang dibentuk dan dikelola oleh pelaku utama
dan/atau pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik perorangan
maupun kelompok.
2. Pusat pelatihan mandiri kelautan dan perikanan, yang selanjutnya disebut
P2MKP adalah lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan
dan Perikanan untuk melaksanakan pelatihan kelautan dan perikanan.
3. Magang adalah salah satu metodologi pelatihan yang menekankan pada proses
belajar sambil bekerja secara langsung di tempat usaha kelautan dan perikanan.
4. Pengelola lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri adalah pelaku
utama dan/atau pelaku usaha baik perorangan maupun kelompok, yang
merencanakan, menyelenggarakan atau melaksanakan pelatihan di bidang
kelautan dan perikanan.
5. Pengelola pusat pelatihan mandiri kelautan dan perikanan, yang selanjutnya
disebut Pengelola P2MKP adalah pelaku utama dan/atau pelaku usaha baik
perorangan maupun kelompok, yang merencanakan, menyelenggarakan, atau
melaksanakan pelatihan di bidang kelautan dan perikanan.
6. Pelaku utama adalah nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, beserta
keluarga intinya.
7. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
8. Pembudi …
- 4 -
8. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
pembudidayaan ikan.
9. Pengolah ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pengolahan
ikan.
10. Pelaku usaha adalah perorangan warga Negara Indonesia atau korporasi yang
dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha di bidang kelautan
dan perikanan.
11. Forum komunikasi pusat pelatihan mandiri kelautan dan perikanan, yang
selanjutnya disebut Forkom P2MKP adalah lembaga berhimpunnya P2MKP yang
bersifat independen dan berorientasi pada kegiatan yang bersifat ekonomi, ilmu
pengetahuan, sosial dan budaya yang terkait dengan bidang kelautan dan
perikanan guna menjembatani dan memperjuangkan aspirasi anggotanya.
12. Penyuluh perikanan baik penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swasta, maupun
swadaya, yang selanjutnya disebut Penyuluh adalah perorangan warga Negara
Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
13. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan
perikanan.
14. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kelautan dan Perikanan.
15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pembentukan dan
pengembangan P2MKP.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelatihan di bidang
kelautan dan perikanan.
b. meningkatkan peran aktif pelaku utama dan/atau pelaku usaha dalam
pembentukan dan pengembangan P2MKP.
c. meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan di bidang kelautan dan
perikanan yang dilaksanakan oleh P2MKP.
BAB III …
- 5 -
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Pembentukan dan penetapan P2MKP;
b. Klasifikasi P2MKP;
c. Forum komunikasi P2MKP;
d. Pembinaan;
e. Pembiayaan;
f. Monitoring dan evaluasi; dan
g. Pelaporan.
BAB IV
PEMBENTUKAN DAN PENETAPAN P2MKP
Pasal 4
(1) Lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri ditetapkan menjadi P2MKP
oleh Kepala Badan berdasarkan usulan dari dinas/lembaga teknis pemerintah
daerah kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di
bidang kelautan dan perikanan.
(2) Lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk oleh pelaku utama dan/atau pelaku usaha baik
perorangan maupun kelompok.
Pasal 5
(1) Usulan penetapan P2MKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dilakukan oleh dinas/lembaga teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang
menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan
melalui proses pendataan terhadap lembaga pelatihan kelautan dan perikanan
mandiri dan pemberian surat registrasi.
(2) Pemberian surat registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
kepada lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri yang telah didata
dan memenuhi persyaratan:
a. memiliki unit produksi di bidang kelautan dan perikanan; dan
b. melakukan pelatihan di bidang kelautan dan perikanan.
(3) Format …
- 6 -
(3) Format Surat Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1) Lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri yang telah diberi surat
registrasi dapat diusulkan menjadi P2MKP apabila memenuhi persyaratan:
a. memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan yang layak dicontoh, ditiru,
dan/atau dipelajari oleh pelaku utama dan/atau pelaku usaha dan
masyarakat lainnya;
b. melayani pelaku utama dan/atau pelaku usaha dan masyarakat lainnya
untuk kegiatan berlatih dan magang;
c. mempunyai peralatan usaha yang sesuai dengan jenis usahanya;
d. menyediakan tempat belajar dan sarana akomodasi bagi peserta, baik di
rumah pengelola maupun di rumah masyarakat sekitar;
e. menyediakan tenaga pelatih/instruktur/fasilitator serta tenaga asistensi
lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung penyelenggaraan pelatihan,
baik pengelola lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri maupun
dari dinas/instansi pemerintah/swasta lainnya;
f. memiliki kepengurusan lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri
yang dilengkapi dengan struktur organisasi dan rincian tugas serta
tanggung jawab masing-masing secara jelas;
g. memiliki sistem administrasi umum yang baik;
h. memiliki materi pelatihan sesuai dengan usaha di bidang kelautan dan
perikanan yang diunggulkan;
i. memiliki rencana kegiatan pelatihan tahunan; dan/atau
j. memiliki papan nama dengan alamat lengkap.
(2) Usulan penetapan sebagai P2MKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menggunakan surat usulan sebagaimana tersebut dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
BAB V
KLASIFIKASI P2MKP
Pasal 7
(1) P2MKP dibedakan menjadi 3 (tiga) klasifikasi, yaitu:
a. Klasifikasi Pemula;
b. Klasifikasi Madya; dan
c. Klasifikasi Utama.
(2) Klasifikasi …
- 7 -
(2) Klasifikasi P2MKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
penilaian formal terhadap kriteria kualifikasi kelembagaan dan kualitas
penyelenggaraan pelatihan di bidang perikanan.
(3) Kriteria penilaian klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
aspek sarana dan prasarana, kelembagaan, pelatihan, ketenagaan, dan
pengembangan usaha dan jejaring kerja.
(4) Kriteria penilaian klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1) Penilaian klasifikasi P2MKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan
ayat (3) dilakukan oleh Tim Penilai Klasifikasi P2MKP yang dibentuk dan
ditetapkan oleh Kepala Badan dengan susunan keanggotaan terdiri dari unsur:
a. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan.
b. Dinas/lembaga teknis pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi yang
menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang kelautan dan
perikanan.
c. Unit Pelaksana Teknis di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.
(2) Tim Penilai Klasifikasi P2MKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a. mengorganisasikan seluruh kegiatan klasifikasi P2MKP;
b. melakukan penilaian lapangan;
c. melakukan penilaian aspek administrasi dan aspek teknis;
d. melakukan koordinasi internal tim; dan
e. membuat Berita Acara Hasil Klasifikasi P2MKP.
Pasal 9
(1) Klasifikasi P2MKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ditetapkan
oleh Kepala Badan dalam bentuk sertifikasi klasifikasi P2MKP.
(2) Masa berlaku sertifikasi klasifikasi P2MKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. tingkat pemula paling singkat 1 (satu) tahun;
b. tingkat madya paling singkat 2 (dua) tahun;
c. tingkat utama paling singkat 3 (tiga) tahun;
sejak ditetapkannya.
BAB VI …
- 8 -
BAB VI
FORUM KOMUNIKASI P2MKP
Pasal 10
(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja P2MKP, dapat dibentuk Forkom P2MKP.
(2) Forkom P2MKP terdiri atas:
a. Forkom P2MKP tingkat kabupaten/kota.
b. Forkom P2MKP tingkat provinsi.
c. Forkom P2MKP tingkat nasional.
(3) Forkom P2MKP tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) pengelola P2MKP
yang ada di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Forkom P2MKP tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Forkom P2MKP tingkat
kabupaten/kota yang berada di wilayah provinsi yang bersangkutan.
(5) Forkom P2MKP tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) Forkom P2MKP tingkat
provinsi.
(6) Pengesahan Forkom P2MKP tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan melalui
pertemuan nasional yang diikuti P2MKP yang telah terbentuk sekurangkurangnya
1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 11
(1) Forkom P2MKP tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (3) difasilitasi oleh dinas/lembaga teknis pemerintah daerah
Kabupaten/Kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan.
(2) Forkom P2MKP tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4)
difasilitasi oleh dinas/lembaga teknis pemerintah daerah provinsi yang
menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan.
(3) Forkom P2MKP tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(5) difasilitasi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan
Perikanan.
BAB VII …
- 9 -
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 12
(1) Dinas/lembaga teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang menangani
pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan
melaksanakan pembinaan dalam rangka:
a. mendorong pelaku utama dan/atau pelaku usaha untuk membentuk
lembaga pelatihan kelautan dan perikanan mandiri;
b. pengembangan kapasitas lembaga pelatihan kelautan dan perikanan
mandiri agar memenuhi persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai P2MKP;
c. pengembangan kapasitas P2MKP agar memenuhi persyaratan klasifikasi
P2MKP; dan
d. pengembangan kapasitas P2MKP dalam peningkatan kuantitas dan kualitas
penyelenggaraan pelatihan di bidang kelautan dan perikanan.
(2) Dinas/lembaga teknis pemerintah daerah provinsi yang menangani pelatihan
dan/atau penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan melaksanakan
pembinaan dalam rangka:
a. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas lembaga pelatihan
kelautan dan perikanan mandiri agar memenuhi persyaratan untuk dapat
ditetapkan sebagai P2MKP;
b. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas P2MKP agar
memenuhi persyaratan klasifikasi P2MKP; dan
c. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas P2MKP dalam
peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pelatihan di bidang
kelautan dan perikanan.
(3) Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
melaksanakan pembinaan dalam rangka:
a. pengembangan kapasitas lembaga pelatihan kelautan dan perikanan
mandiri agar memenuhi persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai
P2MKP;
b. pengembangan kapasitas P2MKP agar memenuhi persyaratan klasifikasi
P2MKP;
c. pengembangan …
- 10 -
c. pengembangan kapasitas P2MKP dalam peningkatan kuantitas dan kualitas
penyelenggaraan pelatihan di bidang kelautan dan perikanan;
d. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas lembaga pelatihan
kelautan dan perikanan mandiri agar memenuhi persyaratan untuk dapat
ditetapkan sebagai P2MKP;
e. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas P2MKP agar
memenuhi persyaratan klasifikasi P2MKP; dan
f. peningkatan peran dinas/lembaga teknis pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau penyuluhan di bidang
kelautan dan perikanan dalam pengembangan kapasitas P2MKP dalam
peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pelatihan di bidang
kelautan dan perikanan.
(4) Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) mencakup sarana dan prasarana, kelembagaan, pelatihan,
ketenagaan, dan pengembangan usaha dan jejaring kerja serta diprioritaskan
pada daerah yang telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan.
(5) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembinaan oleh Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), unit kerja eselon I di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan
dapat memberikan dukungan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
(6) Dukungan dalam penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilaksanakan secara koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 13
(1) Pembiayaan dalam rangka pembentukan lembaga pelatihan kelautan dan
perikanan mandiri bersumber dari pelaku utama dan/atau pelaku usaha.
(2) Pembiayaan dalam rangka penetapan P2MKP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) dan penyelenggaraan pembinaan oleh dinas/lembaga teknis
pemerintah daerah kabupaten/kota yang menangani pelatihan dan/atau
penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) Pembiayaan …
- 11 -
(3) Pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan pembinaan oleh dinas/lembaga
teknis pemerintah daerah provinsi yang menangani pelatihan dan/atau
penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi.
(4) Pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan pembinaan oleh Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan ayat (5) bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Kelautan dan Perikanan.
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 14
Dalam rangka pengembangan P2MKP, dilakukan monitoring secara berkala terhadap:
a. kemajuan pelaksanaan kapasitas kelembagaan P2MKP;
b. kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pelatihan;
c. permasalahan yang dihadapi P2MKP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;
d. kapasitas P2MKP dalam mengembangkan jejaring kerja, baik dalam usaha
maupun penyelenggaraan pelatihan; dan
e. manfaat dan dampak keberadaan P2MKP bagi pelaku utama dan/atau pelaku
usaha dalam rangka peningkatan produksi perikanan dan peningkatan
kesejahteraannya.
Pasal 15
(1) Berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14,
dilakukan evaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
Kepala Badan melalui Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan yang
mencantumkan alternatif pemecahan masalah dan rekomendasi
pengembangan P2MKP.
Pasal 16 …
- 12 -
Pasal 16
Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan oleh Tim Penilai Klasifikasi P2MKP.
BAB X
PELAPORAN
Pasal 17
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan P2MKP, setiap pengelola
P2MKP wajib menyusun dan menyajikan laporan pelaksanaan kegiatan per
semester.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
a. pelaksanaan pelatihan bagi pelaku utama dan/atau pelaku usaha;
b. hambatan yang dihadapi P2MKP dalam pelaksanaan kegiatannya;
c. pengembangan jejaring kerja, baik dalam usaha maupun dalam
penyelenggaraan pelatihan;
d. manfaat dan dampak keberadaan P2MKP bagi pelaku utama dan/atau
pelaku usaha yang berada di sekitar lokasi P2MKP dalam peningkatan
produksi perikanan dan peningkatan kesejahteraannya; dan
e. upaya yang telah dan akan dilakukan guna mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua P2MKP
yang ditetapkan oleh Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1).
(4) Laporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) disampaikan kepada Kepala Badan melalui Kepala Pusat Pelatihan Kelautan
dan Perikanan.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri ini akan ditetapkan kemudian dengan Keputusan Kepala Badan.
BAB XII …
- 13 -
BAB XII
PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Januari 2011
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FADEL MUHAMMAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 97

PERMEN TENTANG PEDOMAN UMUM MINAPOLITAN

KEPUTUSAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KEP.18/MEN/2011
TENTANG
PEDOMAN UMUM MINAPOLITAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER 12/MEN/2010 tentang
Minapolitan perlu ditetapkan pedoman umum minapolitan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4660);
4. Undang…
2
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
7. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-
2014;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011;
9. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.06/MEN/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PEDOMAN UMUM MINAPOLITAN.
KESATU : Menetapkan Pedoman Umum Minapolitan sebagaimana tersebut
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Menteri ini.
KEDUA…
3
KEDUA : Pedoman Umum Minapolitan sebagaimana dimaksud pada
diktum KESATU merupakan acuan bagi Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam melaksanakan Minapolitan.
KETIGA : Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan kegiatan
Minapolitan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal atau
Kepala Badan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan sesuai dengan kewenangannya.
KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2011 Januari 2010
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FADEL MUHAMMAD
LAMPIRAN : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia
Nomor KEP.18/MEN/2011
Tentang Pedoman Umum Minapolitan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar dan berbagai
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan
telah dilaksanakan dan dirasakan manfaatnya. Namun, sejalan dengan
perubahan yang begitu cepat di segala bidang, baik secara internasional maupun
nasional, maka kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sektor kelautan
dan perikanan memerlukan penyesuaian atau perubahan agar dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi yang lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka memenuhi harapan tersebut, diperlukan kebijakan strategis
yang didasarkan pada realitas beserta permasalahannya dan kondisi masa depan
yang diharapkan. Realitas dan permasalahan, sekaligus tantangan yang perlu
mendapat perhatian serius dalam penyusunan kebijakan strategis ke depan
adalah sebagai berikut:
1. Luas laut Indonesia 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah RI dan panjang pantai
95.181 km, akan tetapi PDB perikanan baru sekitar 3,2%.
2. Potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, akan tetapi
nelayan masih miskin.
3. Produksi perikanan tangkap di laut sekitar 4,7 ton per tahun dari jumlah
tangkapan yang diperbolehkan maksimum 5,2 juta ton per tahun, sehingga
hanya tersisa 0,5 juta ton per tahun.
4. Produksi Tuna naik 20,17% pada tahun 2007, akan tetapi produksi Tuna
hanya 4,04% dari seluruh produksi perikanan tangkap.
5. Jumlah nelayan (laut dan perairan umum) sebesar 2.755.794 orang, akan
tetapi lebih dari 50% atau 1.466.666 nelayan berstatus sambilan utama dan
sambilan tambahan.
6. Jumlah nelayan naik terus, yaitu 2,06% pada tahun 2006-2007, sedangkan
ikan makin langka.
7. Jumlah RTP/Perusahaan Perikanan Tangkap 958.499 buah, naik 2,60%,
akan tetapi sebanyak 811.453 RTP atau 85% RTP berskala kecil tanpa
perahu, perahu tanpa motor, dan motor tempel.
8. Armada perikanan tangkap di laut sebanyak 590.314 kapal, akan tetapi 94%
berukuran kurang dari 5 GT dengan SDM berkualitas rendah dan kemampuan
produksi rendah.
9. Potensi tambak seluas 1.224.076 ha, akan tetapi realisasi baru seluas
612.530 ha.
10. Potensi budidaya laut seluas 8.363.501 ha, akan tetapi realisasi hanya seluas
74.543 ha.
11. Tenaga kerja budidaya ikan sebanyak 2.916.000 orang, akan tetapi
kepemilikan lahan perkapita rendah dan hidupnya memprihatinkan.
12. Jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, akan tetapi sebagian besar
tradisional, berskala mikro dan kecil.
2
13. Industri pengalengan ikan yang terdaftar lebih dari 50 perusahaan, akan tetapi
yang berproduksi kurang dari 50% dengan kapasitas produksi maksimum
sekitar 60%.
14. Ekspor produk perikanan 857.783 ton dengan nilai US$ 2.300.000, akan tetapi
produksi turun 7.41% pada tahun 2006-2007, bahkan volume ekspor udang
turun 5.04% dan nilainya pun turun 6.06%.
Untuk menyelesaikan permasalahan dan menjawab tantangan tersebut
diperlukan kebijakan strategis yang inovatif dan langkah-langkah terobosan yang
efektif. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diperlukan perubahan cara
berfikir dan orientasi pembangunan dari daratan ke maritim dengan gerakan
yang mendasar dan cepat, yaitu Revolusi Biru. Pada tataran implementasi
diperlukan sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah
dengan konsep Minapolitan. Konsep pembangunan tersebut sejalan dengan
arah umum pembangunan nasional dan arah kebijakan pembangunan
kewilayahan dan pengembangan kawasan sebagaimana tertuang di dalam Buku
I RPJM Tahun 2010-2014. Sejalan dengan arah kebijakan nasional tersebut,
pembangunan sektor kelautan dan perikanan perlu dilakukan dengan
pengembangan kawasan-kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih produktif
dengan konsep Minapolitan. Untuk itu dibutuhkan percepatan peningkatan
produksi dan pendapatan masyarakat kelautan dan perikanan sebagai langkah
strategis perwujudan Revolusi Biru.
B. TUJUAN
Tujuan disusunnya pedoman umum minapolitan:
1. menyamakan persepsi tentang sistem pembangunan sektor kelautan dan
perikanan dengan konsep minapolitan;
2. meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengembangan minapolitan dan
percepatan peningkatan produksi kelautan dan perikanan sesuai tujuan
Minapolitan.
C. Pengertian
1. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan faktor
administratif dan/atau aspek fungsional.
2. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan
berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas dan percepatan.
3. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi
utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran
komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
4. Sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah kumpulan unit
produksi pengolahan, dan/atau pemasaran dengan keanekaragaman
kegiatan di suatu lokasi tertentu.
5. Unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran adalah satuan usaha yang
memproduksi, mengolah dan/atau memasarkan suatu produk atau jasa.
3
6. Rencana Induk adalah rencana pengembangan kawasan minapolitan di
daerah kabupaten/kota yang memuat kebijakan dan strategi pengelolaan
potensi kelautan dan perikanan yang disusun dalam konsep arah kebijakan
pengembangan kawasan jangka menengah dalam kurun waktu 5 (lima)
tahunan yang diimplementasikan melalui rencana pengusahaan dan rencana
tindak.
7. Rencana Pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk
unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan minapolitan dalam
kurun waktu lima tahunan sesuai dengan rencana induk.
8. Rencana Tindak adalah rencana implementasi pengembangan kawasan
minapolitan di daerah kabupaten/kota yang disusun secara tahunan dengan
mengacu pada tahapan pembangunan lima tahunan sebagaimana yang
tercantum dalam rencana induk.
4
BAB II
REVOLUSI BIRU DAN MINAPOLITAN
A. Revolusi Biru
Mengingat besarnya potensi kelautan dan perikanan dan menyadari
bahwa potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, maka
diperlukan langkah-langkah strategis yang mampu mengatasi permasalahan
yang telah begitu lama membelit sektor kelautan dan perikanan. Untuk itu
diperlukan Revolusi Biru, yaitu perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke
maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan produksi
kelautan dan perikanan melalui pengembangan Minapolitan yang intensif,
efisien, dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata,
dan pantas. Revolusi Biru mempunyai 4 pilar, yaitu 1) Perubahan cara berfikir
dan orientasi pembangunan dari daratan ke maritim, 2) Pembangunan
berkelanjutan, 3) Peningkatan produksi kelautan dan perikanan, dan 4)
Peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas.
Perubahan asumsi-asumsi dasar pembangunan yang selama ini lebih
banyak didasarkan pada kerangka pemikiran daratan menjadi kepulauan makin
diperlukan untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih
berimbang. Perimbangan tersebut diperlukan selain untuk peningkatkan
pemanfaatan sumberdaya perairan/laut yang begitu besar, juga mengurangi
tekanan pada sumberdaya alam daratan. Reorietansi konsep pembangunan
tersebut diperlukan untuk memberikan arah pembangunan sesuai dengan
potensi yang ada dan tuntutan masa depan sesuai dengan perubahan
lingkungan strategis.
Pada saat yang bersamaan, Revolusi Biru diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran bangsa, bahwa sumberdaya perairan nasional memerlukan sistem
pengelolaan yang seimbang antara pemanfaatan dan pelestarian, karena ia
rentan terhadap kerusakan. Pembangunan yang lebih berorientasi ke darat
dapat mengesampingkan potensi kerusakan di lingkungan perairan, sedangkan
banyak sekali kasus kerusakan sumberdaya alam di darat berakibat fatal pula di
wilayah perairan, terutama pesisir dan laut. Kesadaran tersebut diperlukan untuk
memberikan landasan kuat bagi bangsa Indonesia untuk memanfaatkan peluang
pemanfaatan sumberdaya perairan bagi kesejahteraan rakyat secara
berkelanjutan, baik untuk generasi masa kini maupun bagi masa yang akan
datang.
Revolusi Biru akan memberikan peluang optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan dengan inovasi dan terobosan, yaitu melalui
percepatan peningkatan produksi, baik penangkapan ikan maupun perikanan
budidaya. Produksi sumberdaya kelautan dan perikanan harus ditingkatkan
untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan tangkap yang begitu besar
tidak hanya di perairan teritorial dan ZEEI tetapi di perairan laut lepas dan
perairan ZEE negara lain di dunia. Sementara itu, dengan gerakan peningkatan
produksi perikanan budidaya diharapkan potensi perairan air tawar, payau dan
laut yang begitu besar dapat dimanfaatkan menjadi lahan-lahan produktif dengan
teknologi inovatif dengan tingkat produksi tinggi.
5
Perubahan orientasi kebijakan dari darat ke perairan diharapkan dapat
meningkatkan perhatian dan pengalokasian sumberdaya pembangunan yang
seimbang sesuai dengan karakteristik Negara Republik Indonesia sebagai
negara kepulauan yang kaya sumberdaya perairan. Di lain pihak, kesadaran bagi
masyarakat mengenai perlunya reorientasi pandangan ini diharapkan mampu
mendorong minat dan upaya mengembangkan ekonomi berbasis perairan,
sehingga akan lebih banyak lagi investasi di bidang sumberdaya perairan.
Untuk mendorong optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan untuk kesejahteraan rakyat, visi pembangunan sektor kelautan dan
perikanan adalah “Indonesia Menjadi Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan
Terbesar 2015” dengan satu misi, yaitu “Mensejahterakan Masyarakat Kelautan
dan Perikanan.” Sesuai dengan arah pembangunan ke depan yaitu pro poor, pro
jobs dan pro growth, visi dan misi tersebut diharapkan dapat menjadi arah bagi
pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang berpihak kepada rakyat,
membuka kesempatan kerja dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Dengan visi dan misi tersebut diharapkan pembangunan sektor
kelautan dan perikanan dapat dipacu melalui percepatan peningkatan produksi
dengan produk-produk berkualitas dan berdaya saing tinggi untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan rakyat kecil, yaitu nelayan, pembudidaya ikan,
pengolah ikan yang adil, merata, dan pantas. Selain itu, peningkatan produksi
kelautan dan perikanan diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar
terhadap pembangunan ekonomi secara nasional dengan kenaikan Produc
Domestic Bruto yang signifikan.
B. Minapolitan
Pada tingkat implementasi, Revolusi Biru akan dilaksanakan melalui
sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan
menggunakan konsep Minapolitan.
Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi kelautan dan
perikanan yang pada umumnya berada di pedesaan lambat berkembang karena
kurangnya sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Kualitas
sumberdaya manusia juga relatif rendah dibandingkan dengan sumberdaya
manusia di perkotaan. Kawasan pedesaan lebih banyak berperan sebagai
penyedia bahan baku, sedangkan nilai tambah produknya lebih banyak dinikmati
di perkotaan.
Dengan konsep Minapolitan, pembangunan sektor kelautan dan perikanan
diharapkan dapat dipercepat. Kemudahan-kemudahan atau peluang yang
biasanya ada di perkotaan perlu dikembangkan di pedesaan, seperti prasarana,
sistem pelayanan umum, jaringan distribusi bahan baku dan hasil produksi di
sentra produksi. Sebagai sentra produksi, pedesaan diharapkan dapat
berkembang sebagaimana perkotaan dengan dukungan prasarana, energi,
jaringan distribusi bahan baku dan hasil produksi, transportasi, pelayanan publik,
akses permodalan, dan sumberdaya manusia yang memadai.
Secara konseptual Minapolitan mempunyai 2 unsur utama yaitu, 1)
Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan
berbasis wilayah dan 2) Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan
komoditas utama produk kelautan dan perikanan.
6
Konsep Minapolitan didasarkan pada 3 asas, yaitu 1) demokratisasi
ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, 2) keberpihakan pemerintah pada
rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat, dan 3) penguatan peran
ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat – bangsa dan negara kuat. Ketiga
prinsip tersebut menjadi landasan perumusan kebijakan dan kegiatan
pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan sumberdaya
kelautan dan perikanan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan
menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan.
Dengan konsep Minapolitan diharapkan pembangunan sektor kelautan dan
perikanan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan
berakselerasi tinggi.
1. prinsip integrasi, diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian
sumberdaya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara
menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan
dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan pusat dan
daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Kepentingan dan
dukungan tersebut dibutuhkan agar program dan kegiatan percepatan
peningkatan produksi didukung dengan sarana produksi, permodalan,
teknologi, sumberdaya manusia, prasarana yang memadai, dan sistem
manajemen yang baik.
2. prinsip efisiensi, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus
dilaksanakan secara efisien agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan
biaya murah namun mempunyai daya guna yang tinggi. Dengan konsep
minapolitan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan
pemanfaatannya pun diharapkan akan lebih optimal. Selain itu prinsip
efisiensi diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan
dengan biaya murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, efisiensi,
dan didukung keberadaan faktor-faktor produksi sesuai kebutuhan, sehingga
menghasilkan produk-produk yang secara ekonomi kompetitif.
3. prinsip berkualitas, pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan
perikanan harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara
keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumberdaya manusia.
Dengan konsep minapolitan pembinaan kualitas sistem produksi dan
produknya dapat dilakukan secara lebih intensif.
4. prinsip berakselerasi tinggi, percepatan diperlukan untuk mendorong agar
target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan
kebijakan terobosan. Prinsip percepatan juga diperlukan untuk mengejar
ketinggalan dari negara-negara kompetitor, melalui peningkatan market share
produk-produk kelautan dan perikanan Indonesia tingkat dunia.
Selanjutnya, konsep minapolitan akan dilaksanakan melalui
pengembangan kawasan minapolitan di daerah-daerah potensial unggulan.
Kawasan-kawasan minapolitan akan dikembangkan melalui pembinaan sentra
produksi yang berbasis pada sumberdaya kelautan dan perikanan. Setiap
kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala ekonomi
relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang terlibat dengan
jenis komoditas unggulan tertentu. Dengan pendekatan sentra produksi,
sumberdaya pembangunan, baik sarana produksi, anggaran, permodalan,
7
maupun prasarana dapat dikonsentrasikan di lokasi-lokasi potensial, sehingga
peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dipacu lebih cepat.
Agar kawasan minapolitan dapat berkembang sebagai kawasan ekonomi
yang sehat, maka diperlukan keanekaragaman kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan
produksi dan perdagangan lainya yang saling mendukung. Keanekaragaman
kegiatan produksi dan usaha di kawasan minapolitan akan memberikan dampak
positif (multiplier effect) bagi perkembangan perekonomian setempat dan akan
berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan pendekatan kawasan dan sentra produksi, diharapkan pembinaan
unit-unit produksi dan usaha dapat lebih fokus dan tepat sasaran. Walaupun
demikian, pembinaan unit-unit produksi di luar kawasan harus tetap dilaksanakan
sebagaimana yang selama ini dijalankan, namun dengan konsep minapolitan
pembinaan unit-unit produksi di masa depan dapat diarahkan dengan
menggunakan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi.
Penggerak utama ekonomi di Kawasan Minapolitan dapat berupa sentra
produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan
ikan, atau pun kombinasi ketiga hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan
perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan
minapolitan adalah pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (TPI).
Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budidaya
adalah sentra produksi dan perdagangan perikanan di lahan-lahan budidaya
produktif. Sentra produksi pengolahan ikan yang berada di sekitar pelabuhan
perikanan juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan
minapolitan.
8
BAB III
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN DAN
PERIKANAN DENGAN KONSEP MINAPOLITAN
A. Arah Kebijakan
1. Nasional
Sesuai dengan arahan kebijakan yang disampaikan oleh Presiden, kebijakan
nasional dilandasi oleh prinsip-prinsip sebagai berikut: perdamaian (peace),
keadilan (justice), demokrasi (democracy), dan kesejahteraan (prosperity).
Sesuai dengan arahan pembangunan nasional tersebut, pembangunan sektor
kelautan dan perikanan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut yaitu berpihak kepada rakyat miskin (pro poor), lapangan kerja
(pro jobs), dan pertumbuhan (pro growth).
2. Sektor Kelautan dan Perikanan
Sesuai dengan arah pembangunan nasional, Kementerian Kelautan dan
Perikanan merumuskan arah kebijakan, Visi dan Misinya sebagai berikut:
a. Arah Kebijakan Kelautan dan Perikanan:
REVOLUSI BIRU:
Proses perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke maritim dengan
konsep pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan produksi kelautan
dan perikanan melalui pengembangan minapolitan yang intensif, efisien,
dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata,
dan pantas. Revolusi Biru terdiri dari 4 (empat) pilar, yaitu:
1) perubahan cara berfikir dan orientasi pembangunan dari daratan ke
maritim;
2) pembangunan berkelanjutan;
3) peningkatan produksi kelautan dan perikanan; dan
4) peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas.
b. Visi: Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015.
c. Misi: Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.
B. Asas Minapolitan
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep minapolitan
didasarkan pada 3 asas, yaitu:
1. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat;
2. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui dan pemberdayaan rakyat
kecil; dan
3. Penguatan peranan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat maka
bangsa dan negara kuat.
9
C. Basis Minapolitan
Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan dengan
pendekatan wilayah dengan struktur sebagai berikut:
1. ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah di Indonesia dibagi menjadi
sub-sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan potensi sumber daya
alam, prasarana dan geografi;
2. kawasan ekonomi unggulan pada setiap provinsi dan kabupaten/kota dibagi
menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan bernama minapolitan;
3. sentra produksi pada setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra produksi
dan perdagangan komoditas kelautan, perikanan dan kegiatan lain yang
saling terkait;
4. unit produksi/ usaha pada setiap sentra produksi terdiri dari unit-unit produksi
atau pelaku usaha perikanan produktif.
D. Tujuan Minapolitan
Minapolitan dilaksanakan dengan tujuan:
1. meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan
perikanan;
2. meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan
yang adil dan merata; dan
3. mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
di daerah.
E. Sasaran
Sasaran pelaksanaan Minapolitan, meliputi:
1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala
mikro dan kecil, antara lain berupa:
a. penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran
rumah tangga, dan pungutan liar;
b. pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan efisien untuk
usaha mikro dan kecil;
c. penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi
masyarakat;
d. pemberian bantuan teknis dan permodalan; dan/atau
e. pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan.
2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala
menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain berupa:
a. deregulasi usaha kelautan dan perikanan;
b. pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi;
10
c. penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif
barriers);
d. pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran; dan
e. pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk
kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi
regional dan nasional, antara lain berupa:
a. pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah;
b. pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal;
c. revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sebagai
penggerak ekonomi masyarakat; dan
d. Pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentra produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran.
F. Strategi Utama Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan
Kebijakan, visi, dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan
diimplementasikan dengan strategi utama sebagai berikut:
1. memperkuat kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara
terintegrasi;
2. mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan;
3. meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; dan
4. memperluas akses pasar domestik dan internasional.
G. Strategi Minapolitan
Untuk mencapai tujuan kebijakan pembangunan sektor kelautan dan
perikanan dengan konsep minapolitan dilaksanakan melalui pengembangan
Minapolitan dan peningkatan produksi kelautan dan perikanan. Dengan
pengembangan tersebut, diharapkan tujuan dan target-target keberhasilan dapat
dilaksanakan dengan percepatan tinggi dengan langkah-langkah strategis
sebagai berikut:
1. Kampanye Nasional dilakukan melalui:
a. Media massa
Sasaran:
1) membangun kepercayaan masyarakat (trust building);
2) meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan peran serta masyarakat;
dan
3) meningkatkan peranan media massa untuk mendukung
pengembangan Minapolitan.
11
Kegiatan:
1) menyelenggarakan kegiatan-kegiatan aktual yang bernilai berita tinggi;
2) mengembangkan paket-paket siaran dalam bentuk news dan features;
3) desiminasi teknologi perikanan tepat guna terkini;
4) dialog interaktif di media elektronik; dan
5) menyelenggarakan pertemuan rutin dengan para pimpinan redaksi.
b. Komunikasi antar lembaga
Sasaran:
1) seluruh lembaga pemerintah terkait, provinsi, kabupaten dan kota
bekerjasama dan memberikan dukungan penuh berupa pembangunan
prasarana, bantuan permodalan, kebijakan sektoral yang pro
pengembangan Minapolitan; dan
2) seluruh kebijakan, program dan kegiatan perikanan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/ kota terintegrasi.
Kegiatan:
1) menyelenggarakan pertemuan kedinasan rutin dengan lembaga
pemerintah terkait, provinsi, kabupaten/ kota;
2) desiminasi informasi gerakan nasional minapolitan pada acara-acara
penting tingkat nasional dan daerah; dan
3) menyelenggarakan kerjasama dan pertemuan dengan perguruan tinggi,
sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan asosiasi usaha.
c. Pameran
Sasaran:
Sosialisasi Minapolitan kepada masyarakat secara langsung
Kegiatan:
1) mengikuti acara-acara pameran di tingkat nasional dan daerah; dan
2) menyelenggarakan pameran.
2. Menggerakkan produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran di sentra produksi
unggulan pro usaha kecil, di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya,
dan pengolahan dan pemasaran
a. Perikanan Tangkap
Sasaran:
1) pelabuhan perikanan dan TPI menjadi sentra produksi pro nelayan,
pendaratan, perdagangan dan distribusi hasil penangkapan ikan
mampu menggerakkan ekonomi nelayan; dan
12
2) wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI)
yang potensial dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan dengan
produktivitas dan kualitas tinggi pro nelayan.
Kegiatan:
1) menetapkan pelabuhan perikanan dan TPI unggulan sebagai sentra
produksi binaan;
2) meningkatkan aksesibilitas nelayan terhadap sumberdaya alam dengan
memperluas hak-hak pemanfaatan dan perlindungannya;
3) revitalisasi sarana tempat pendaratan ikan, pelelangan, cold storage,
dan pabrik es;
4) revitalisasi prasarana, seperti jalan, air bersih dan listrik;
5) bantuan teknis dan permodalan, menghadirkan lembaga keuangan,
pusat penjualan sarana produksi, BBM dan logistik murah di pelabuhan
dan TPI;
6) mengembangkan sistem manajemen pelabuhan efisien, bersih, dan
sehat;
7) menertibkan pungutan-pungutan dan retribusi yang memberatkan
masyarakat;
8) restrukturisasi armada, wilayah penangkapan ikan, dan perijinan;
9) pengkayaan stok ikan (stock enhancement) sebagai penyangga
produksi;
10) pengembangan alat penangkapan ikan yang produktif dan tidak
merusak (seperti set net);
11) mengembangkan investasi perikanan tangkap terpadu.
b. Perikanan Budidaya
Sasaran:
Lahan-lahan budidaya potensial menjadi sentra produksi perikanan
dengan tingkat produksi, produktivitas, dan kualitas tinggi pro
pembudidaya melalui sistem Intensifikasi dan Ekstensifikasi.
Kegiatan:
1) penetapan sentra produksi perikanan budidaya unggulan sebagai
binaan;
2) meningkatkan aksesibilitas pembudidaya terhadap sumberdaya alam,
sarana produksi dan prasarana pendukung produksi;
3) revitalisasi sarana produksi seperti kolam/tambak dan membuka lahan
budidaya baru;
4) revitalisasi prasarana pendukung produksi, seperti pengairan, listrik,
dan jalan;
13
5) pengembangan dan pengadaan induk berkualitas;
6) revitalisasi pusat-pusat pembenihan dan sistem distribusi benih murah
seperti UPT /UPTD;
7) pengadaan dan distribusi pakan murah berkualitas, pabrik pakan
penyangga produksi;
8) pengembangan teknologi budidaya, seperti bio teknologi dan mekanik;
9) bantuan teknis dan permodalan, lembaga keuangan, dan
pengembangan investasi; dan
10) mengembangkan paket-paket kegiatan produktif, berikut komoditas
unggulan, skema pembiayaan dan teknologinya.
c. Pengolahan dan Pemasaran
Sasaran:
1) kluster-kluster pengolahan ikan menjadi sentra produksi ikan olahan
bernilai tambah tinggi dan berkualitas; dan
2) pelabuhan perikanan dan TPI potensial dan lokasi budidaya menjadi
sentra pemasaran ikan berkualitas dan pro nelayan dan pembudidaya.
Kegiatan:
1) menetapkan kluster-kluster pengolahan potensial sebagai sentra
binaan;
2) menetapkan pelabuhan perikanan dan TPI potensial menjadi sentra
pemasaran binaan;
3) meningkatkan aksesibilitas pengolah ikan terhadap sumberdaya alam
berkualitas seperti pemanfaatan bahan baku berkualitas dan
perlindungannya;
4) revitalisasi sarana pengolahan, termasuk cold storage dan pabrik es
dan prasarana pendukung produksi, seperti jalan, air bersih, dan listrik;
5) mengembangkan sistem rantai dingin dan sistem produksi berkualitas;
6) mengembangkan sistem dan tempat pelelangan dan pemasaran adil
pro nelayan/pembudidaya;
7) menyediakan bantuan permodalan dan lembaga-lembaga keuangan di
sentra produksi;
8) mengembangkan sistem stabilisasi harga ikan di sentra produksi;
9) mengembangkan investasi untuk produk bernilai tambah tinggi.
14
3. Mengintegrasikan sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran menjadi
kawasan ekonomi unggulan daerah menjadi kawasan minapolitan
Sasaran:
Seluruh sentra produksi dalam satu kawasan potensial menjadi Kawasan
Minapolitan, pusat kegiatan ekonomi berbasis perikanan yang menghidupkan
ekonomi rakyat dan sekaligus menggerakkan perekonomian kabupaten/ kota.
Kegiatan:
a. menetapkan kawasan potensial sebagai Minapolitan binaan, integrasi
sentra produksi dan kegiatan usulan unit kerja eselon 1 dan komitmen
daerah;
b. menyusun rancang bangun/ blue print Minapolitan;
c. menggalang kerjasama dengan lembaga terkait di pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota;
d. membangun dan revitalisasi infrastruktur jalan, air bersih, listrik, dan
fasilitas umum lainnya secara terintegrasi antar sentra produksi dalam
kawasan Minapolitan, sesuai kebutuhan;
e. membangun Pusat Pelayanan Usaha, Sosial, dan Kesehatan terpadu; dan
f. mengembangkan Sekretariat Minapolitan di pusat dan daerah dengan
prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran unggulan berupa penyuluhan, pelatihan dan bantuan
teknis.
Sasaran:
a. seluruh produsen di sentra produksi unggulan meningkatkan produksinya
dan kualitas produknya dengan kemampuan penetrasi pasar tinggi; dan
b. menciptakan pengusaha baru, tenaga pendamping muda dan
berpendidikan menjadi fasilitator profesional dan calon pengusaha
perikanan di sentra produksi.
Kegiatan:
a. menetapkan kelompok-kelompok usaha di seluruh kawasan Minapolitan;
b. menyiapkan dan mempekerjakan tenaga pendamping dan tenaga teknis;
c. memobilisasi penyuluh perikanan di sentra produksi;
d. menyediakan paket-paket teknologi mutakhir dan terapan untuk pelatihan
dan penyuluhan;
e. menyiapkan peralatan multi media untuk pelatihan dan penyuluhan;
f. membangun e-learning: pembelajaran melalui Compact Disc dan internet;
dan
15
g. merekrut dan membina tenaga-tenaga pendamping usia muda
berpendidikan tinggi/sarjana yang diproyeksikan menjadi pelaku bisnis
profesional di sentra produksi.
5. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah.
Sasaran:
Sentra produksi dan kawasan-kawasan Minapolitan berkembang efisien dan
berkelanjutan sesuai dengan potensi sumberdaya alam, ekonomi dan
peruntukan ruang.
Kegiatan:
a. melakukan zonasi berdasarkan potensi sumberdaya alam dan ekonomi
wilayah-wilayah unggulan;
b. penataan ruang sentra produksi dan kawasan minapolitan sebagai bagian
dari tata ruang daerah dan nasional;
c. integrasi pembangunan prasarana antar sentra produksi dan kawasan
Minapolitan; dan
d. penerapan konsep pembangunan berkelanjutan.
e. mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan untuk menjamin
keberlanjutan pembangunan ekonomi perikanan; dan
f. mengembangkan dan menyalurkan paket-paket bantuan permodalan dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut diperlukan langkahlangkah
sebagai berikut:
a. pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan
1) kerjasama nasional dan internasional untuk melindungi Sumber Daya
Alam (SDA), usaha dan investasi kelautan dan perikanan melalui
combating Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing);
2) memperkuat sistem penegakan hukum di sektor kelautan dan
perikanan, melalui Implementasi Pengadilan Perikanan; dan
3) membangun partisipasi masyarakat dalam membantu pengawasan
melalui peningkatan peran Kelompok Masyarakat Pengawas
(Pokmaswas).
b. penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan
1) melakukan penelitian dan pengembangan komoditas unggulan
budidaya, teknologi budidaya seperti perkolaman, pembenihan dan
pembesaran, pakan, dan penanggulangan penyakit ikan;
2) melakukan penelitian dan pengembangan potensi dan stok ikan,
teknologi penangkapan dan penanganan ikan, kapal, dan alat
penangkapan ikan; dan
16
3) melakukan penelitian dan pengembangan teknologi tinggi pengolahan
ikan bernilai tambah tinggi dan produk-produk turunan ikan hasil
tangkapan dan budidaya.
c. pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan
1) mengembangkan sistem penyuluhan nasional yang efektif;
2) mendidik dan melatih penyuluh-penyuluh handal untuk memenuhi
kebutuhan pembinaan produksi di sentra produksi;
3) mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi
kebutuhan pembinaan SDM di sentra produksi; dan
4) melakukan pendampingan dan mengembangkan paket-paket
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan.
17
BAB IV
PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN
Sebagai pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan
konsep minapolitan, akan dikembangkan kawasan minapolitan, yaitu suatu kawasan
ekonomi potensial unggulan. Kawasan minapolitan akan dijadikan kawasan ekonomi
unggulan yang dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi di daerah
untuk kesejahteraan masyarakat lokal.
A. Karakteristik Kawasan Minapolitan
Karakteristik kawasan minapolitan meliputi:
1. suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan
perdagangan;
2. mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi;
3. menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan
dan daerah sekitarnya; dan
4. mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.
B. Persyaratan Kawasan Minapolitan
Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan
Investasi Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan;
2. Memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai
ekonomi tinggi, meliputi:
a. Keberadaan komoditas unggulan, yaitu melimpah atau dapat
dibudidayakan dengan baik dengan prospek pengembangan tinggi di masa
depan.
b. Nilai perdagangan komoditas tinggi dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) memiliki pasar: lokal, nasional atau internasional;
2) volume atau kemampuan produksi tinggi: dapat atau berpotensi
memenuhi permintaan pasar;
3) tingkat produktivitas tinggi: kemampuan pemanfaatan teknologi untuk
mencapai tingkat produktivitas tinggi atau dapat dikembangkan
sehingga secara ekonomi menguntungkan;
4) jumlah pelaku utama/usaha perikanan relatif besar atau sebagian besar
penduduk setempat bekerja di kawasan tersebut;
5) mempunyai keunggulan komparatif: mempunyai nilai lebih karena
keberadaan komoditas, iklim, SDM, dan ongkos produksi murah;
18
6) mempunyai keunggulan kompetitif: produk berkualitas dan sistem
pemasaran efektif
3. Letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi
persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan,
meliputi:
a. lokasi kawasan strategis:
1) jarak dan sistem transportasi; dan
2) mempunyai akses terhadap jaringan pengadaan bahan baku,
pengolahan, dan pemasaran (mata rantai pemasokan - supply chains).
b. kawasan yang secara alami cocok untuk usaha perikanan:
1) kaya SDA, subur, dan air melimpah;
2) tempat pendaratan ikan (tangkap); dan
3) dekat dengan fishing ground (tangkap).
4. Terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha
yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi
di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau
pemasaran yang saling terkait, meliputi:
a. Sistem dan mata rantai produksi perikanan budidaya
1) keberadaan sejumlah unit produksi ikan budidaya yang aktif
berproduksi dan terkonsentrasi di sentra produksi; dan
2) mata Rantai Produksi:
a) keberadaan sarana/lahan produksi: kolam dan tambak yang cukup
luas;
b) fasilitas pengairan yang baik dan mencukupi atau potensi
pengairan yang mungkin dikembangkan;
c) ketersediaan benih berkualitas tinggi atau kemungkinan pengadaan
benih dengan harga murah;
d) ketersediaan pakan dan obat-obatan yang murah;
e) telah diterapkan sistem budidaya yang baik sehingga tingkat
produksinya cukup tinggi dan berkualitas;
f) keterlibatan pembudidaya dan para pekerja setempat;
g) sistem distribusi dan pemasaran telah berjalan dengan baik atau
dapat segera dikembangkan lebih baik; dan
h) sentra produksi mempunyai skala usaha layak secara ekonomi dan
multiplier effect terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.
b. Sistem dan mata rantai produksi perikanan tangkap
1) keberadaan sejumlah kapal ikan yang aktif berproduksi dan
mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi tersebut; dan
19
2) mata Rantai Produksi:
a) hasil tangkapan yang cukup besar dan mempunyai skala ekonomi
cukup tinggi;
b) keberadaan sarana tambat, air bersih, tempat pendaratan ikan dan
tempat pelelangan ikan yang memadai;
c) sistem bongkar muat yang memadai atau mungkin dikembangkan
dalam waktu dekat;
d) keterlibatan nelayan dan para pekerja setempat;
e) kegiatan di lokasi/pelabuhan perikanan/TPI mempunyai skala
ekonomi dan multiplier effect terhadap perekonomian di sekitarnya;
f) sistem distribusi dan pemasaran telah berjalan dengan baik atau
dapat segera dikembangkan lebih baik; dan
g) sentra produksi mempunyai skala usaha layak secara ekonomi dan
multiplier effect terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.
c. Sistem dan mata rantai produksi hilir
1) keberadaan unit-unit pengolahan atau potensi pengembangannya
dalam waktu dekat;
2) keberadaan kelembagaan/SDM pengawasan mutu;
3) sistem tata niaga produk hasil olahan dan fasilitas pendukungnya;
4) keberadaan fasilitas pasar atau sistem pemasaran produk; dan
5) sistem dan sarana distribusi produk di dalam maupun ke luar kawasan.
5. Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar,
permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau
pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan
dan pelatihan, meliputi:
a. permodalan: Aksesibilitas nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan
terhadap bantuan permodalan;
b. kelembagaan: lembaga pemerintahan daerah pembina;
c. lembaga usaha: koperasi, kelompok usaha atau usaha skala menengah
dan atas;
d. penyuluhan dan pelatihan: Lembaga dan SDM Penyuluhan dan Pelatihan;
e. prasarana pengairan: Keberadaan jaringan pengairan (budidaya)
utama/primer, sekunder atau lainnya sebagai pendukung sistem
pengairan di kawasan;
f. energi: Jaringan listrik yang memadai; dan
g. teknologi tepat guna: Penerapan teknologi tepat guna yang mampu
meningkatkan daya saing.
20
6. Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di
lokasi di masa depan, meliputi:
a. kondisi sumberdaya alam (daya dukung dan daya tampung);
b. dampak atau potensi dampak negatif terhadap lingkungan; dan
c. sesuai tata ruang daerah dan nasional.
7. Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas
pengelolaan dan pengembangan minapolitan, meliputi:
a. sesuai Renstra dan Tata Ruang Daerah dan Nasional;
b. masuk ke dalam RPIJM
c. ditetapkan oleh Bupati/Walikota
d. penyusunan Rencana Induk, Rencana Pengusahaan, dan Rencana
Tindak
e. kontribusi anggaran APBD atau sumberdana lain yang sah
f. keberadaan kelembagaan dinas yang membidangi kelautan dan perikanan
dengan dukungan SDM yang memadai
g. berkoordinasi dengan provinsi dan pusat.
8. keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang kelautan dan perikanan, meliputi:
a. keberadaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yaitu dinas yang
bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan;
b. Kelompok kerja yang menangani pengembangan kawasan minapolitan.
9. ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan,
meliputi:
a. mempunyai data dan informasi mengenai sumber daya kelautan dan
perikanan serta data dan informasi terkait;
b. mempunyai sistem pencatatan data statistik dan geografis di bidang
kelautan dan perikanan.
21
BAB V
TATA LAKSANA PENGEMBANGAN
A. Prinsip Dasar
Tata laksana pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep
minapolitan difokuskan pada percepatan peningkatan produksi kelautan dan
perikanan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan ekonomi daerah.
Kegiatan peningkatan produksi kelautan dan perikanan dikonsentrasikan di
sentra produksi agar pelaksanaannya lebih efisien, terintegrasi, lebih mudah
dikelola, dan mempunyai implikasi besar terhadap ekonomi lokal. Dengan konsep
minapolitan, sentra produksi yang dimaksud akan dapat berkembang menjadi
sebuah kawasan ekonomi yang mampu menjadi penggerak ekonomi daerah.
Penerapan konsep minapolitan tidak harus didahului dengan penetapan kawasan
minapolitan, tetapi harus diawali dengan pengembangan sentra produksi dengan
paket-paket kebijakan yang mendorong peningkatan produksi, sesuai dengan
konsep minapolitan. Penetapan kawasan minapolitan dimungkinkan untuk
mempercepat dan meningkatkan kinerja ekonomi sentra produksi dalam skala
ekonomi lebih tinggi dan luas layaknya sebuah kota.
B. Peningkatan Produksi dengan Konsep Minapolitan
Sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Minapolitan (Bab III) seluruh program
dan kegiatan sektor kelautan dan perikanan mengacu pada konsep Minapolitan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi
tinggi. Pelaksanaan Konsep Minapolitan harus disesuaikan dengan tujuannya,
yaitu peningkatan produksi, produktivitas, dan kualitas untuk kesejahteraan rakyat
dan pembangunan ekonomi daerah. Seluruh program dan kegiatan Kementerian
Kelautan dan Perikanan harus mengarah pada sasaran dan kegiatan
sebagaimana yang tertuang dalam Kebijakan dan Strategi Minapolitan. Sesuai
dengan strategi yang tertuang pada Bab III, setiap bidang memerlukan paketpaket
kegiatan yang mampu merealisasikan sasaran yang ditetapkan sesuai
dengan sistem dan mata rantai produksi, fasilitas pendukung, seperti sarana,
prasarana, dan permodalan, serta teknologi, sumberdaya manusia dan sistem
pendampingan.
Paket-paket Kegiatan Peningkatan Produksi dilaksanakan secara nasional,
sedangkan khusus untuk kawasan minapolitan paket-paket kebijakan yang
dimaksud disesuaikan dengan karakteristik kawasan yang bersangkutan.
1. Perikanan Budidaya
Paket-paket kegiatan perikanan budidaya mencakup sistem intensifikasi
dan ekstensifikasi dan sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
a. komoditas Unggulan dan target produksi;
b. pengadaan induk;
c. pengadaan dan distribusi benih;
d. pengadaan pakan;
22
e. sistem jaminan kesehatan lingkungan, faksinasi, pengadaan obat-obatan
dan penanggulangan wabah;
f. teknologi produksi benih, pembesaran, dan panen;
g. revitalisasi kolam dan tambak dan/atau pengadaan kolam dan tambak
baru;
h. bantuan teknis seperti sarana dan permodalan dan pendampingan; dan
i. pembangunan prasarana.
2. Perikanan Tangkap
Paket-paket kegiatan perikanan tangkap sekurang-kurangnya memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
a. komoditas unggulan dan target produkski;
b. distribusi wilayah penangkapan pro nelayan;
c. struktur armada nasional;
d. sistem pengkayaan stok, moratorium, dan peningkatan produksi;
e. sistem pelayanan perijinan;
f. sistem pengelolaan Pelabuhan Perikanan dan TPI efisien pro nelayan;
g. sistem insentif usaha dan investasi;
h. teknologi penangkapan dan penanganan ikan di atas kapal;
i. bantuan teknis, seperti sarana dan permodalan serta pendampingan; dan
j. pembangunan prasarana.
3. Pengolahan dan Pemasaran
Paket-paket kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
sekurang-kurangnya mencakup:
a. komoditas unggulan dan target produksi;
b. fasilitas pengolahan;
c. fasilitas peningkatan kualitas produk perikanan dan pengembangan
produk;
d. prasarana pemasaran;
e. sistem penyangga pasar dan stabilitas harga ikan;
f. sistem rantai dingin;
g. fasilitas industri perikanan;
h. pelatihan ekspor dan kerja sama pemasaran dengan outlet modern;
23
i. fasilitas penguatan modal melalui KKMB.
4. Pengembangan SDM KP
Paket-paket kegiatan pengembangan SDM KP sekurang-kurangnya
mencakup:
a. assessment kebutuhan kualitas dan jenis kompetensi SDM untuk
minapolitan;
b. paket pelatihan di sentra produksi;
c. paket penyuluhan di sentra produksi;
d. kelembagaan pelatihan dan penyuluhan di daerah; dan
e. peran UPT BPSDM KP di daerah dalam program minapolitan.
5. Penelitian dan Pengembangan
Paket-paket kegiatan penelitian dan pengembangan sekurangkurangnya
mencakup:
a. paket teknologi produksi benih dan pembesaran;
b. paket teknologi penanganan dan pengolahan ikan;
c. paket teknologi penangkapan ikan; dan
d. paket teknologi pengembangan usaha.
6. Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Paket-paket kegiatan Kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil sekurangkurangnya
mencakup:
a. pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pro nelayan;
b. pendampingan penyusunan tata ruang daerah; dan
c. perlindungan lingkungan.
7. Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Paket-paket kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan
sekurang-kurangnya mencakup:
a. pengendalian dan pengawasan dalam rangka mendukung peningkatan
produksi; dan
b. penertiban dan penegakan hukum di pelabuhan perikanan dan TPI pro
nelayan.
C. Pengembangan Kawasan Minapolitan
Untuk mempercepat dan meningkatkan kinerja pembangunan sektor
kelautan dan perikanan, maka sentra produksi potensial dan produktif yang
terkonsentrasi di suatu kawasan akan dikembangkan menjadi kawasan ekonomi
24
unggulan bernama kawasan minapolitan. Sebagai kawasan ekonomi unggulan,
kawasan minapolitan dirancang dan dikembangkan secara terintegrasi dengan
paket-paket kebijakan lintas sektor dan daerah. Kawasan Minapolitan dapat
berbasis Perikanan Budidaya, Perikanan Tangkap, Pengolahan, ataupun
kombinasi dari ketiga bidang tersebut, sehingga pelaksanaannya disesuaikan
dengan karakteristik bidang yang bersangkutan. Namun demikian, secara umum
tata laksana pengembangan kawasan minapolitan mengikuti tahapan:
Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi, dan Pelaporan.
Pengembangan Kawasan Minapolitan dilaksanakan dengan tata laksana
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan pengembangan Kawasan Minapolitan dilakukan
berdasarkan persyaratan Kawasan Minapolitan sebagaimana diatur pada Bab
IV dengan prosedur sebagai berikut:
a. identifikasi keberadaan sentra produksi yang produktif dan mempunyai
potensi untuk dikembangkan lebih lanjut melalui studi kelayakan;
b. penetapan Kawasan Minapolitan dengan Keputusan Bupati/Walikota;
c. penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yang di
dalamnya mencakup Rencana Pengusahaan dan Rencana Tindak;
d. pengajuan Rencana Induk kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan
dan Kementerian Pekerjaan Umum, tembusan kepada Gubernur dan
Kementerian Dalam Negeri;
e. proses perencaan melibatkan para pihak yang terkait, yaitu unsur-unsur
pemerintahan, masyarakat, dunia usaha, dan perguruan tinggi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan pengembangan Kawasan Minapolitan dilakukan setelah
ada kesepakatan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pekerjaan Umum dan daerah yang bersangkutan dengan pertimbangan
sebagai berikut:
a. pengembangan Kawasan Minapolitan merupakan fase lanjutan dari proses
pembinaan dan pengembangan sentra produksi kelautan dan perikanan
yang sedang berjalan;
b. pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan dilakukan oleh daerah
yang bersangkutan dan didukung oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan dan Kementerian Pekerjaan Umum dengan paket-paket
kebijakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
c. pelaksanaan pengembangan Kawasan Minapolitan dilakukan sesuai
dengan Rencana Induk dan kesepakatan antara para pihak terkait pada
fase perencanaan;
d. perubahan Rencana Induk pada fase pelaksanaan dilakukan dengan
persetujuan para pihak yang bersepakat sesuai perencanaan;
25
e. penyiapan kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana
produksi, anggaran yang dapat bersumber dari APBD, APBN, dan DAK
sesuai dengan kesepakatan para pihak terkait; dan
f. penyiapan paket-paket pendampingan dan bantuan teknis, seperti paket
pelatihan, penyuluhan, dan teknologi oleh para pihak sesuai dengan
kewenangannya.
3. Monitoring dan Evaluasi
a. monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian,
efektivitas, dan efisiensi kegiatan antara perencanaan dan pelaksanaan,
serta keberhasilan kegiatan dengan indikator masukan, proses, keluaran,
dan hasil; dan
b. monitoring dan evaluasi dilakukan setiap 3 bulan oleh bupati/walikota.
4. Pelaporan
a. pelaporan dilakukan secara berjenjang dari bupati/walikota kepada
gubernur untuk selanjutnya gubernur menyampaikan kepada Menteri
Kelautan dan Perikanan, menteri/pimpinan LPNK dan dilakukan paling
sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun;
b. hasil analisis laporan disampaikan kepada Bupati/Walikota oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
26
BAB VI
KELEMBAGAAN
Untuk melaksanakan pengembangan kawasan minapolitan diperlukan
kelembagaan kuat di kabupaten/kota yang mampu mengintegrasikan kegiatan
sektoral di daerah dengan kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh daerah.
Kelembagaan minapolitan di kabupaten/kota dibentuk oleh Bupati/walikota dengan
ruang lingkup kegiatan mencakup perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
pelaporan. Secara umum kelembagaan minapolitan di tingkat kabupaten/kota adalah
sebagai berikut:
1. Penanggung Jawab: Bupati/Walikota
2. Ketua: Sekretaris Daerah
3. Sekretaris: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
4. Bidang Perencanaan: Kepala Bappeda
5. Bidang Pemberdayaan/Pelaksanaan: Kepala Pelabuhan Perikanan (perikanan
tangkap) atau pihak lain yang mempunyai kompetensi (budidaya atau
pengolahan).
6. Bidang Monitoring dan Evaluasi: pejabat yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang monitoring dan evaluasi atau pejabat lain yang ditunjuk
7. Anggota: Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
Kelembagaan minapolitan di tingkat provinsi lebih ditekankan pada fungsi
koordinasi untuk memfasilitasi hubungan antara kabupaten/kota dan antara daerah
dengan pusat. Kelembagaan minapolitan di tingkat provinsi dibentuk oleh Gubernur.
Untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan antar unit kerja teknis dan antara
Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan instansi sektoral terkait, dan para
pihak yang berkepentingan dibentuk Tim Koordinasi Minapolitan oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan dengan tugas pokok dan fungsi yang bersifat koordinatif.
Keanggotaan Tim Koordinasi Minapolitan terdiri dari wakil unit kerja teknis, para ahli,
dan pihak lain yang mempunyai kompetensi sesuai kebutuhan.
Bentuk kelembagaan minapolitan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat
berupa Kelompok Kerja, sedangkan tugas pokok dan fungsi lembaga minapolitan
yang dimaksud akan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Pelaksanaan sesuai dengan
karakteristik kawasan minapolitan dan basis perikanan yang akan dikembangkan:
penangkapan, budidaya, dan/atau pengolahan. Namun apabila kawasan minapolitan
yang akan dikembangkan mempunyai 2 basis atau lebih: penangkapan, budidaya,
dan/atau pengolahan maka hanya ada satu lembaga minapolitan di kabupaten/kota
yang dimaksud.
27
BAB VII
PENUTUP
Pedoman Umum ini merupakan bahan rujukan secara umum pelaksanaan
pengembangan Minapolitan. Mengingat penggerak utama ekonomi kawasan
minapolitan dapat berupa kegiatan produksi perikanan tangkap, budidaya, maupun
pengolahan, maka hal-hal yang bersifat teknis akan dijelaskan dalam Petunjuk
Pelaksanaan sesuai dengan karakteristik masing-masing bidang.
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FADEL MUHAMMAD