Sabtu, 23 September 2017

CARA BUDIDAYA ARTEMIA SECARA MONOKULTUR

PENDAHULUAN

Pada dasarnya sistem budi daya artemia secara monokultur tidak berbeda  dengan  sistem  tumpang  sari.  Sistem budi  daya  ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan oleh petani apabila harga artemia, baik dalam bentuk kista maupun flake, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan garam.  Perbedaan yang mencolok pada kedua sistem tersebut hanya terletak  pada  desain  dan  konstruksi  tambak.  Apabila  pada  system tumpang sari ada petakan kristalisasi maka pada sistem monokultur ini petakan  itu  ditiadakan.  Keuntungannya  ialah  petakan untuk  pemeliharaan menjadi lebih luas sehingga produksi artemia diharapkan lebih tinggi dibandingkan sistem tumpang sari.  

1.      Budi daya artemia dengan sistem  bak
Pembudidayaan artemia dengan menggunakan bak merupakan teknik budi daya yang cukup intensif. Keunggulan sistem ini adalah proses budi daya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama oleh air hujan. Pembudidayaan sistem ini bertujuan untuk kultur massal dengan pemanenan berkala.  Dalam sistem bak ini, kendala yang dihadapi adalah biaya pengadaan bak relatif mahal dan dalam pemeliharaannya memerlukan kontrol yang jauh lebih intensif.  Berdasarkan cara pengaliran air, teknik budi daya ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu teknik yang menggunakan system air mengalir  (flow through system)  dan  sistem  air  berputar  (race  way system).

a.  Persiapan Bak Pemeliharaan                                             
Ukuran bak yang digunakan dapat bervariasi, Pemeliharaan yang menggunakan sistem air berputar pada umumnya  menggunakan bak dengan bobot isi 2 – 5 ton, sedangkan untuk sistem  air mengalir menggunakan bak dengan bobot isi 30 - 40 ton. Untuk bahan pembuatan bak dapat digunakan kayu, semen (beton), atau fiberglass. Konstruksi bak dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan perputaran air secara penuh. Bentuk bak dapat dibuat bulat atau segi empat dengan sudut-sudut yang dibuat melengkung. Untuk membuat terjadinya perputaran air maka digunakan air water lift yang ditempatkan atau dipasang membujur pada dinding bak. Pakan yang telah mengendap dikeluarkan dengan menggunakan saringan. Saringan yang dipasang di dalam bak berukuran 150 - 450 mikron dimaksukkan untuk memisahkan artemia dari sisa-sisa pakan yang akan mengendap. Saringan berikutnya yang berupa bak atau kotak (plote separator) dipasang di luar bak pemeliharaan. Fungsinya sebagai tempat untuk mengendapkan sisa-sisa makanan yang dikeluarkan dari bak tersebut.

b.  Salinitas air media dan  kepadatan  artemia
Apabila bak pemeliharaan artemia telah siap maka air dimasukkan ke dalam bak dengan kedalaman 80 - 100 cm. Penebaran nauplii sebaiknya dilakukan pada sore hari. Tingkat salinitas air media diatur  berdasarkan  tujuan  pemeliharaan  artemia.  Apabila  pemeliharaan artemia bertujuan untuk menghasilkan biomassa maka tingkat salinitas diatur sekitar 30 ppt. Akan tetapi, jika pemeliharaan artemia bertujuan untuk menghasilkan kista maka salinitas media harus dibuat paling tidak 120 ppt.  Untuk mempertahankan pH pada kisaran 7,5 - 8,5 dapat ditamibahkan NaHCO, (natrium bikarbonat) secukupnya.  Dengan pemeliharaan sistem bak ini, tingkat kepadatan artemia pada tahap tanam dapat mencapai 20.000 nauplii per liter untuk sistem mengalir dan  1.000 - 3.000 nauplii per liter untuk sistem air berputar.

c.  Pemberian  pakan

Selama dalam pemeliharaan, artemia diberi makanan alami berupa plankton dan makanan tambahan. Kebutuhan makanan alami adalah sekitar 3 ember/hari, Hal yang harus diperhatikan ukuran pakan tidak boleh lebih dari 50 mikron. Selain itu, pakan yang diberikan harus memiliki kadar gizi yang baik.  Makanan diberikan melalui selang dengan volume tidak lebih dari satu liter dan diberikan secara periodik selang 3 jam sekali.  Jumlah    pakan    tambahan    yang    disiapkan    bergantung    dari    tingkat kepadatan alga dalam media pemeliharaan. Pakan tambahan ini dapat berubah status menjadi pakan utama. dapat digunakan jenis pakan dedak halus, tepung ikan, dan tepung terigu, Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan ini adalah ukuran butiran pakan tidak lebih dari 50 mikron. Untuk mencapa ukuran demikian, pakan perlu diblender selama 10-30 detik kemudian disaring dengan kain mori atau saringan dengan ukuran pori-pori 50 mikron. Setelah disaring, pakan tersebut baru diberikar pada artemia.

PEMBENIHAN IKAN GURAME

PENDAHULUAN
Ikan  gurami  merupakan   ikan   asli perairan Indonesia yang sudah menyebar  ke  wilayah  Asia  Tenggara  dan  Cina. Merupakan salah satu ikan labirinth dan secara   taksonomi    termasuk    famiii Osphronemidae. Ikan  gurami  adalah salah  satu   komoditas   yang   banyak dikembangkan oleh para petani hal ini dikarenakan  permintaan   pasar   cukup tinggi,  pemeliharaan  mudah  serta  harga yang relative stabil.  Secara morfologi, ikan ini memiliki garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat Jari-jari   lemah   pertama   sirip   perut merupakan benang panjang yang berfunqsi sebagai alat peraba.  Tinggi badan 2,0 s/d 2,1 kali dari panjang standar. Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai dengan 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat
III.  PEMBENIHAN
A.   Pemijahan
Ikan    gurami     dapat     memijah sepanjang tahun, namun produktifitasnya lebih   tinggi    terutama    pada    musim kemarau.   Adapun   hal   yang   perlu diperhatikan untuk pemijahan  ini adalah padat tebar induk, tata letak sarang, panen telur dan  kualitas  air  media  pemijahan. Betina dicirikan dari  bentuk kepala  dan rahang serta adanya  bintik hitam pada kelopak  sirip.     Induk  jantan  ditandai dengan adanya benjolan di kepala bagian atas, rahang bawah yang tebal terutama pada saat musim pemijahan dan tidak adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada.  Sedangkan induk betina ditandai dengan bentuk kepala bagian atas datar, rahang bawah tipis dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada.
Ikan gurami memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Padat tebar induk adalah 1 ekor/5 m  dengan perbandingan jumlah jantan : betina adalah 1 : 3 atau 1: 4. Penebaran induk di kolam pemijahan dapat dilakukan  secara  berpasangan  (sesuai perbandingan) pada kolam yang disekat ataupun secara komunal (satu kolam diisi beberapa pasangan).  Induk betina dapat memproduksi telur 1.500 sampai dengan 2.500 butir/kg induk.
Sarang diletakkan 1 s/d 2 m dari tempat bahan sarang dengan kedalaman 10 s/d  15  cm  dari  permukaan  air.  Sarang dipasang   mendatar   sejajar   dengan permukaan air dan menghadap ke arah tempat  bahan  sarang.  Tempat  bahan sarang diletakkan di permukaan air dapat berupa anyaman kasar dari bambu atau bahan  lainnya  diatur  sedemikian  rupa sehingga  induk  ikan  mudah  mengambil sabut kelapa/ijuk untuk membuat sarang Pembuatan  sarang  dapat  berlangsung selama  1  sampai   dengan   2   minggu bergantung   pada   kondisi   induk   dan lingkungannya.
Pemeriksaan sarang yang sudah berisi telur dapat dilakukan dengan cara meraba  dan   menggoyangkan   sarang secara perlahan  atau  dengan  menusuk sarang   menggunakan    lidi/kawat    dan menggoyangkannya. Sarang yang sudah berisi  telur  ditandai  dengan   keluarnya minyak/telur dari sarang ke permukaan air. Sarang yang sudah berisi telur diangkat Telur dipisahkan dari sarang dengan cara membuka sarang secara hati-hati. Karena mengandung    minyak,    telur    akan mengambang di permukaan air. Telur yang baik berwarna kuning bening sedangkan telur berwarna kuning keruh dipisahkan dan dibuang karena telur yang demikian tidak akan menetas.  Minyak yang timbul dapat diserap memakai kain. Kualitas media pemijahan yang baik adalah suhu 25 s/d 30° C, Nilai pH 6,5 s/d 8,0, aju pergantian air 10 s/d 15 % per hari dan ketinggian air kolam 40 s/d 60 cm.
B.  Penetasan Telur
Padat tebar telur 4 s/d 5 butir/cm2 dengan  ketinggian air 15 s/d 20 cm.  Kepadatan  dihitung  per  satuan  luas permukaan wadah sesuai dengan sifat telur yang mengambang. Untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut, di dalam media Penetasan perlu ditambahkan aerasi kecil tetapi harus dijaga agar telur tidak teraduk Kualitas air media  penetasan  yang  baik adalah suhu 29 s/d 30° C, nilai pH 6,7 s/d 8,6 dan bersumber dari air tanah.   Bila air sumber   mengandung    karbondioksida tinggi,  nilai  pH  rendah  atau  mengandung bahan logam (misalnya besi), sebaiknya air diendapkan dulu selama  24 jam.  Telur akan menetas setelah 36 s/d 48 jam.
C.  Pemeliharaan Larva
Setelah telur menetas, larva dapat terus dipelihara di corong penetasan/waskom sampai umur 6 hari kemudian dipindahkan ke akuarium.  Bila penetasan    dilakukan    di    akuarium, pemindahan larva tidak perlu dilakukan. Selama pemeliharaan larva, penggantian air     hanya      perlu      dilakukan       untuk membuang  minyak  bila  minyak  yang dihasilkan ketika penetasan cukup banyak. Sedangkan bila larva sudah diberi makan, penggantian air dapat disesuaikan dengan kondisi air yaitu bila sudah banyak kotoran dari sisa pakan dan  Faeces.  Pemeliharaan  larva  di  akuarium dilakukan dengan padat tebar 15 s/d 20 ekor/liter. Pakan mulai diberikan pada saat larva berumur 5 s/d 6 hari berupa cacing Tubifex, Artemia, Moina atau Daphnia yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Kualitas air sebaiknya dipertahankan pada tingkat suhu 29 s/d  30° C, nilai pH 6,5 s/d 8,0 dan ketinggian air 1.5 s/d 20 cm.
D.  Pendederan I, II, III, IV dan V
Pemeliharaan      benih      pada pendederan  I sampai dengan V dapat dilakukan di akuarium atau kolam.   Di akuarium dilakukan sama seperti halnya pemelihaaran larva tetapi perlu dilakukan penjarangan. Sedangkan di kolam perlu dilakukan kegiatan persiapan kolam yang meliputi  pengolahan  tanah  dasar  kolam, pengeringan,   pengapuran,   pemupukan, pengisian air dan pengkondisian air kolam. Pengolahan  tanah  dasar  kolam  dapat berupa  pembajakan,   peneplokan   dan perbaikan pematang kolam.  Pengeringan dilakukan selama 2 s/d 5 hari (tergantung cuaca).
E.  Penyakit

Bila  teridentifikasi  ikan  terserang parasit pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian garam   500 s/d 1.000 mg/l dengan cara perendaman selama 24 jam. Sedangkan bila teridentifikasi terserang bakteri pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian oxytetracycline dengan dosis 5 s/d 10 mg/liter secara perendaman selama 24 jam.

Jumat, 22 September 2017

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA IKAN BAWAL

PENDAHULUAN
Dalam budidaya ikan, adanya serangan hama dan penyakit merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi. Kendala inilah yang paling ditakuti petani karena harapan untuk memperoleh keuntungan bisa pudar. Walaupun sama-sama merugikan, tetapi kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit lebih besar dibanding kerugian karena hama.
1.      Pencegahan dan Pengobatan Secara Umum
Meski tidak begitu besar kerugian akibat hama, tetapi adanya hama tetap harus dicegah. Ada beberapa cara untuk mencegah hadirnya hama, di antaranya yaitu :
1)     kolam dikeringkan sampai tanah dasarnya retak-retak,
2)     dilakukan pengapuran saat persiapan kolam,
3)     pada pintu pemasukan air dipasang saringan.

Adapun cara mencegah serangan penyakit dapat dengan beberapa cara, di antaranya yaitu
1)     mengeringkan kolam untuk memotong siklus hidup penyakit,
2)     melakukan pengapuran saat persiapan kolam agar penyebab penyakit bisa mati,
3)     menjaga kondisi ikan agar tetap sehat dan tidak stress,
4)     menjaga kondisi lingkungan hidup agar sesuai kebutuhan ikan
5)     mengurangi kepadatan ikan untuk mencegah kontak langsung antar-ikan, menghindari terjadinya penurunan kadar oksigen dalam air, serta mengikatnya kadar NH3,
6)     memberi pakan tambahan yang cukup, tetapi tidak berlebihan
7)     mencegah terjadinya luka pada tubuh ikan dengan penanganan yang baik,
8)     mencegah  masuknya binatang pembawa penyakit,  seperti burung, siput, dan lain-lain.

Walaupun usaha pencegahan sudah dilakukan, tetapi terkadang ikan yang dipelihara masih bisa terserang hama maupun penyakit Bila hal itu terjadi, jalan terakhirnya adalah dengan melakukan  pengobatan. Ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan di antaranya pengobatan melalui air kolam, perendaman, makanan dan langsung pada ikan.
2.         Pencegahan dan Pengobatan Secara Khusus
2.1.         Hama
Kehadiran hama dapat berasal dari luar maupun dari dalam dalam kolam. Secara umum beberapa jenis hama biasa menyerang ikan bawal tersebut yaitu notonecta, ucrit, belut, dan ular.
a.  Notonecta
Notonecta bentuk binatang ini menyerupai beras dan mempunyai bintik putih. Notonecta memiliki lima pasang kaki. Tiga pasang kaki di bagian belakang digunakan untuk berenang, sedangkan dua pasang di bagian depan digunakan sebagai alat penyengat. Hama ini biasanya menyerang benih, terutama yang berukuran kecil. Serangannya dapat mematikan karena mangsanya dijepit.  Sampai saat ini pencegahan notonecta masih sulit dilakukan. Cara terbaik yang dilakukan yaitu dengan mengurangi jumlahnya. Caranya dengan mengurangi kandungan bahan organik di kolam dan membuang tanaman air yang ada. Jika populasi hama ini sangat banyak maka dilakukan pemberantasan dengan cara menyiram minyak tanah sebanyak 5 1/1000 m2 air kolam.
b.  Ucrit
Larva cybister sering menyerang ikan air tawart. Ucrit  memiliki badan seperti ulat, badannya kaku,  tetapi dapat bergerak dengan cepat. Tubuhnya berwarna agak kehijauan. Ciri khas binatang ini adalah di bagian kepala memiliki taring sebagai alat penjepit mangsa dan di bagian ekornya memiliki alat penyengat. Serangan binatang ini lebih berbahaya dibanding notonecta karena dalam sehari dapat menyerang beberapa ikan. Cara penyerangannya dengan menjepit perut benih sampai robek. kemudian benih dimangsanya.  Keberadaan ucrit dapat dicegah dengan beberapa cara, seperti mengurangi kandungan bahan organik di kolam dan melakukan persiapan kolam yang baik. Adapun pemberantasannya dapat dilakuan dengan menggunakan obat Decis dengan dosis 2 mg/1.
c.  Ular sawah
Ular sawah merupakan sejenis ular yang biasa hidup di sawah. Selain di sawah. binatang ini sering juga ditemukan di saluran-saluran air. Ular sawah aktif pada malam hari, termasuk mencari makan, sedangkan pada siang hari bersembunyi di lubang-lubang. Makanan kesukaannya adalah binatang yang ukurannya lebih kecil dari mulutnya. seperti anak katak. ikan. dan binatang lainnya. Pencegahan ular sawah dapat dilakukan dengan memagar pematang dengan pagar bambu yang rapat. Sedangkan pemberantasan ular dilakukan dengan membunuh ular yang masuk ke kolam pemeliharan.
2.2.      Penyakit
Penyakit adalah organisme yang hidup dan berkembang dalam tubuh ikan sehingga organ tubuhnya terganggu. Dengan terganggunya salah satu bagian tubuh maka terganggu pula anggota tubuh lainya. Timbulnya penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu lingkungan,  kondisi ikan,  dan adanya bakteri patogen. Ketiga faktor tersebut saling berhubungan. Ada beberapa penyakit yang biasa menyerang ikan bawal yaitu jamur, bintik putih, dan trichodiniasis.
a.  Jamur
Penyakit jamur pada ikan bawal disebabkan oleh jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Selain menyerang bawal, Saprolegnia juga menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, termasuk telurnya. Saprolegnia memiliki bentuk tubuh seperti benang halus, berwarna putih atau kadang berwarna cokelat. Pada serangan yang parah, benang tersebut tampak lebih panjang, banyak, dan padat. Timbulnya penyakit jamur dapat disebabkan oleh penanganan ikan yang kurang baik. Di samping itu, kurangnya pakan, suhu air dan kandungan oksigen yang rendah, kualitas telur yang kurang baik, serta kepadatan telur yang terlalu tinggi juga dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit ini.  Penyakit jamur dapat dicegah dengan beberapa cara, di antaranya dengan menjaga kualitas air agar tetap baik, menangani ikan atau telur dengan baik, memberi pakan tambahan yang cukup, dan tidak menebarkan telur yang terlalu padat. Apabila telah terjadi serangan, pengobatan dapat dilakukan dengan cara merendam ikan atau telur dalam malachitgreen 1 mg/1 selama 1 jam atau larutan Nad 5 g/1 selama 15 menit.
b.  Penyakit bintik putih
Penyakit bintik putih (white spot) pada ikan bawal dan ikan air tawar lainnya biasanya disebabkan oleh parasit Ichthyopthirius mulcifilus.  Parasit  ini  termasuk  protozoa yang  memiliki  bulu  getar. Penyakit ini bisa menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, terutama benihnya. Ikan yang terserang penyakit ini ditandai dengan adanya bintik-bintik putih pada permukaan tubuh sehingga bagian tersebut akan berwarna pucat. Tanda lainya yaitu ikan sering menggosok-gosokan tubuhnya pada dasar dan dinding kolam, serta sering terlihat megap-megap dan selalu berkumpul di sekitar air masuk.
Usaha pencegahan terhadap penyakit bintik putih yaitu dengan cara menjaga kualitas air tetap baik, mempertahankan suhu air 28° C, dan menggunakan alat yang bersih. Adapun pengobatan yang dilakukan bila ikan telah terserang yaitu dengan merendam ikan dalam larutan formalin 25 ml/m2 yang dicampur dengan malachitgreen oxalate 0,15 g/m2 air selama 24 jam. Cara lain yang lebih praktis dan murah adalah dengan menyurutkan air kolam sampai 10 cm agar suhu air naik di atas 28° C. Keadaan ini dibiarkan selama 2 - 4 hari.
c.  Trichodiniasis
Penyakit trichodiniasis disebabkan oleh parasit yang disebut Trichodina sp. Trichodina termasuk parasit. Cara menyerangnya dengan menempelkan tubuhnya pada organ tubuh yang menjadi sasarannya. Ikan yang terserang ditandai dengan adanya luka atau kerusakan pada organ yang diserang dan ditandai dengan infeksi sekunder. Tanda klinisnya tidak tampak karena ukuran tubuhnya sangat kecil sehingga cara mendiagnosisnya hanya dengan mikroskop.

Usaha pencegahan terhadap penyakit ini dengan memberi pakan tambahan yang cukup dan bergizi tinggi, filterisasi, dan menaikan suhu air (dengan menyurutkan air kolam sampai 10 - 15 cm). Adapun pemberantasan yang dapat dilakukan dengan merendam ikan yang terserang dalam larutan NaCI 500 - 1000 mg/1 selama 24 jam atau dalam larutan formalin 25 mg/1 selama 24 jam.

CARA MEMBUAT OLAHAN TERIPANG KERING

PENDAHULUAH
Pengolahan teripang merupakan tahap akhir dari proses produksi dan sangat menentukan mutu produk.  Mutu produk ini sangat berkaitan dengan harga jual.  Saat ini pengolahan teripang masih banyak yang dilakukan secara tradisional sehingga mutu produknya relatif  rendah.    Oleh  karena  itu,  pedagang  pengumpul  atau  eksportir umumnya melakukan pengolahan ulang untuk perbaikan mutu. Umumnya teripang diolah menjadi bentuk olahan kering atau dikenal dengan nama  beche-de-mer.  Selain itu,  dikenal juga produk olahan lain seperti konoko (gonad kering), otot kering, konowata (usus asin) dan  kerupuk.  Teripang  kering  lebih  disukai  oleh  konsumen  di Singapura, Hongkong, dan Malaysia, sedangkan   konoko,  konowata, dan otot kering lebih disukai oleh konsumen di Jepang.
I.       Pembuatan Beche-de-mer (teripang kering)
Di beberapa daerah pengolahan teripang kering dilakukan dengan cara sedikit berbeda, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu penanganan hasil  panen,  pembuangan  isi  perut,  perebusan,  pengasapan pengeringan, dan penyimpanan.
a.      Pembuangan  isi  perut
Pembuangan isi perut dapat dilakukan dengan pisau. Caranya, perut teripang diiris secara membujur. Diusahakan pisau terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, tajam, dan berujung runcing. Ini bertujuan agar tekstur hasil irisan berpenampakan rapi. Selain dengan pisau, pengeluaran isi perut juga dapat dilakukan dengan bambu. Caranya, bagian anus teripang ditusuk dengan bamboo yang runcing. Bambu itu lalu diputar sambil dilakukan sedikit peremasan pada tubuh teripang dan ditarik keluar.   Dengan cara demikian, isi perut teripang akan keluar.   Cara seperti ini tidak dianjurkan karena kemungkinan tidak seluruh isi perut dapat dikeluarkan. Selain itu, juga menimbulkan penampakan yang kurang sempurna sehingga menurunkan mutu teripang.
b.     Perebusan
Perebusan dilakukan dengan alat rebus yang terbuat dari bahan antikarat,  mudah  dibersihkan,  dan  tahan  lama.  Air  yang  digunakan adalah air tawar yang bersih dan diberi garam dapur dengan konsentrasi kurang dari  15 %. Setelah air mendidih, teripang yang telah dikeluarkan isi perutnya dan telah dicuci bersih dimasukkan ke dalamnya. Perebusan dilakukan sampai semua teripang menjadi keras tekstumya (kenyal),  selama  20 - 30  menit.  Perebusan ini selain berfungsi untuk mengeraskan tekstur tubuh teripang juga berfungsi untuk mematikan dan mencegah timbulnya mikroorganisme pembusuk serta menurunkan kadar air pada tahap awal.   Kita  tahu  bahwa  kandungan  air  pada  tubuh  teripang  relatif tinggi,  antara  80 – 90 %,  sehingga  perlu  diturunkan  secara  bertahap.
c.      Penirisan
Teripang yang telah direbus kemudian ditiriskan. Penirisan umumnya dilakukan di atas para-para. Caranya, teripang disusun berjajar di  atas  para-para.  Penirisan  dilakukan  sampai  tidak  ada  lagi  air yang menetas.
d.     Pengasapan
Setelah tidak ada air yang menetes dari tempat penirisan, teripang siap diasapi. Pengasapan dilakukan selama 10 - 20 jam pada suhu antara 60 - 80°C. Beberapa pengolah teripang tradisional melakukan pengasapan secara terbuka. Teripang yang diasap diletakkan di atas para-para pengasapan, kemudian di bawahnya diberi kayu yang dibakar sehingga asap yang keluar mengenai teripang.  Pengasapan dengan cara ini dipandang kurang baik karena pemakaian asap tidak efisien (banyak terbuang), suhu pengasapan sulit dikontrol, dan dapat terjadi kontaminasi oleh kotoran. Oleh karena itu, cara ini tidak dianjurkan. Alat pengasap yang dipandang baik ialah drum pengasap, lemari pengasap, atau rumah pengasap.   Drum pengasap umumnya digunakan untuk perigasapan teripang yang jumlahnya tidak terlalu banyak, skala kecil atau skala rumah tangga. Lemari pengasap untuk jumlah teripang yang sedang, skala menengah. Rumah pengasap untuk jumlah teripang yang banyak, skala besar.
Pengasapan ini sebenarnya berfungsi untuk mengurangi atau menurunkan kadar air dalam tubuh teripang. Selain itu, juga memberikan rasa serta bau yang spesifik. Setiap jenis kayu bakar akan menimbulkan rasa dan bau yang spesifik. Oleh karena itu,  untuk membuat rasa dan bau yang tetap, harus menggunakan bahan bakar dari jenis  kayu yang  tetap  pula.

e.      Pengeringan
Teripang yang telah diasap masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga perlu pengeringan sampai kadar air kurang dari 20 %.  Pengeringan yang mudah dan murah dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah matahari.   Penjemuran dilakukan di atas para-para, umumnya  para-para  berada kurang  lebih  75 - 100  cm dari tanah. Para-para dibuat dari anyaman bambu.  Anyaman dibuat berlubang-lubang sehingga air dapat menetes dan tersedia aliran udara dari atas Teripang kering. Proses pengeringan tak boleh terialu mendadak maupun bawah. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan secara sempurna. Apabila cuaca cerah, penjemuran dapat dilakukan 2 - 3 hari.
Pengeringan dapat pula dilakukan dengan alat pengering mekanis, tetapi harus dipertimbangkan tentang harga, ketersediaan bahan bakar, listrik, serta  efisiensinya.   .Pengeringan  dengan  cara  ini  umumnya diterapkan oleh eksportir dalam upaya pengolahan ulang untuk perbaikan mutu. Atau, dipergunakan pada kondisi yang memaksa. Jika terlalu mendadak,  mengakibatkan terjadinya kerutan-kerutan pada tubuh teripang. Kerutan-kerutan ini tidak mungkin diperbaiki lagi sehingga akan menurunkan mutu.
f.       Penyimpanan

Teripang kering olahan mengandung garam dan bersifat higroskopis sehingga penyimpanan harus diusahakan pada suhu ruang yang tidak terlalu tinggi  dan  kelembapannya  rendah.  Teripang  kering  ini  harus diletakkan langsung di atas para-para dan disusun rapi agar tidak menghambat sirkulasi udara. Tempat penyimpanan yang baik harus terlindung dari sinar matahari, tidak terkena air hujan, pertukaran udaranya cukup baik, dan hanya khusus untuk penyimpanan teripang. Jika tidak memenuhi syarat ini, akan  menyebabkan  tumbuhnya  jamur  dan  mikroorganisme pembusuk serta menigkatnya kadar  air.