Rabu, 21 September 2016

PEMBENIHAN IKAN BANDENG

PENDAHULUAN

     Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak.Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam.

1.      Persyaratan  Lokasi
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
1.    Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
Ø  Pergantian air minimal; 200 % per hari.
Ø  Suhu air, 26,5-31,0 0C.
Ø  PH; 6,5-8,5. 
Ø  Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
Ø  Alkalinitas 50-500ppm.
Ø  Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
Ø  Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
2.    Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
  1. Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.

2.      Sarana Dan Prasarana
A.   Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
  1. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
  2. BakPemeliharaanInduk
  3. BakPemeliharanTelur
  4. Bak Pemeliharaan Larva.
e.            Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.

B.  Sarana Penunjang
a.      Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat
hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
b.      Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22-25 0C serta dalam ruangan.
c.      keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.
3.      Pengadaan Induk.
a.    Umur induk antara 4-5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
  1. Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
  2. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
  3. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali.
4.      Pemeliharaan Induk
  1. Induk berbobot 4-6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2-4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
  2. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
  3. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2-3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d.    Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0C.
5.      Pematangan Gonad
  1. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
  2. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis
6.      100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg). Pemijahan Alami.
a.   Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b.   Pergantian air minimal 150 % setiap hari, Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi
secara eksternal.
7.     Pemijahan Buatan.
a.      Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b.      Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c.      Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d.      Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
8.      Penanganan Telur.
  1. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
  2. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
  3. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
  4. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9.      Pemeliharaan Larva.
  1. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
  2. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
  3. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
  4. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva.
  5. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.

10.   Pemberian Pakan Alami dan Pakan Buatan
a.    Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis)
  1. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas.
  2. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.   Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan mengandung protein sekitar 52%.
11.      Panen

Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air dalam
tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat
disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan
ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari
bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm
supaya tidak melukai nener.  Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.

Selasa, 20 September 2016

DINAMIKA KELOMPOK






PEMBESARAN IKAN KERAPU BEBEK

 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi sumberdaya ikan yang sangat melimpah. Dalam pembangunan sektor perikanan selain sebagai penyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga membuka lapangan kerja, menambah pendapatan masyarakat serta sebagai sumber devisa negara. Bahkan saat ini dalam kondisi krisis moneter, komoditas perikanan merupakan komoditas ekspor yang memiliki harga jual yang tinggi di pasar.
Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang cerah dan layak dikembangkan sebagai ikan budidaya laut karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dipasar lokal maupun internasional. Selain itu Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) juga potensial untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah untuk dipelihara, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan dapat dikembangkan di Keramba Jaring Apung (KJA).
Pengembangan budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengembangkan di Provinsi NTB  .  Dilihat dari potensi sumberdaya alam yang tersedia jika dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan sampai saat ini masih dirasakan belum optimal. Kondisi ini memungkinkan masih adanya peluang yang perlu dimanfaatkan dan dikembangkan.
1.      Pemilihan lokasi
Menurut Pramu Sunyoto (1993), pemilihan lokasi yang tepat akan mendukung kesinambungan usaha dan target produksi.  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi antara lain faktor resiko (terlindung dari angin yang kuat, kedalaman perairan 5-15 meter, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran), faktor kenyamanan dan kondisi hidrografi. 
2.      Persiapan Benih
     Benih yang  digunakan lebih bagus berasal dari BBL atau BBAP karena sudah terjamin kualitas benihnya bagus, Ukuran benih yang digunakan petani yaitu 4-5 cm. Padat tebar benih 650 ekor per kantong. Sedangkan menurut Syamsul Akbar dan Sudaryanto (2002), kepadatan optimum untuk pembesaran dalam keramba jaring apung adalah 300 ekor per kantong waring dengan rata-rata panjang 3-4 cm dan berat 1,2 gram. Menurutnya Kepadatan tebar sangat menentukan pemacuan pertumbuhan dan kehidupan ikan. Bila terlalu padat, kecepatan pertumbuhannya berkurang akibat adanya persaingan ruang, oksigen, dan pakan.
3.   Pakan dan pemberian pakan
       Pemberian jenis pakan disesuaikan dengan ketersediaan pakan alami. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan cara ditebar secara merata. Menurut Syamsul Akbar dan Sudaryanto pakan yang dapat diberikan dapat berupa ikan rucah segar, atau pakan buatan. Pakan ikan rucah berupa ikan selar, petek, japuh, kembung, tajah dan kurisi. Pemberian pakan dilakukan 3-4 kali sehari pada tahap awal pembesaran, atau sampai ikan kenyang dengan dosis 8 - 10 % dari total biomasa, kemudian pemberian pakan dikurangi 5-8 % dari total berat ikan dan diberikan 2 kali sehari. Sebelum diberikan ikan terlebih dahulu dicacah disesuaikan  dengan bukaan mulut ikan.

4.   Grading (pemilahan ukuran)
Pemilahan ukuran dilakukan sebulan sekali untuk menghindari kanibal diantara ikan. Sedangkan menurut syamsul Akbar dan Sudaryanto (2002),  Ikan kerapu merupakan ikan yang tergolong buas, oleh karena itu dalam kegiatan budidaya harus dilakukan pemilahan ukuran (grading) secara rutin. Pemilahan ukuran dilakukan mulai awal pembesaran dan selanjutnya dilakukan minimal 2 minggu sekali, terutama apabila terjadi variasi ukuran.
5.   Perawatan Waring dan Jaring
       Perawatan dan pengontrolan jaring dilakukan dengan membersihkan jaring dari alga atau kerang-kerangan setelah selesai memberikan pakan. Namun pergantian jaring tidak dilakukan. Hal ini karena melihat kondisi perairan Kecamatan Tilamuta sangat bersih dan belum tercemar sehingga jaring tetap dalam keadaan bersih. Sedangkan menurut  Akbar S dan Sudaryanto (2002), perawatan dan pengontrolan waring dan jaring selama masa pemeliharaan pembesaran mutlak harus dilakukan. Waring dan jaring yang kotor dapat menghambat pertukaran air dan oksigen. Pergantian waring dan jaring yang kotor dengan yang bersih perlu dilakukan minimal sekali sebulan. Waring dan jaring yang kotor dijemur sampai kering, kemudian dicuci dengan cara  disemprotkan air. Setelah bersih, waring dan jaring dijemur kembali sampai kering untuk siap digunakan. Namun, sebelum digunakan kembali waring dan jaring perlu dikontrol keadaannya.          
6.      Panen
       Pemanenan ikan konsumsi dilakukan secara total dengan cara mengangkat jaring pemeliharaan dengan menggunakan kayu. Caranya, kayu dilewatkan dari bawah jaring yang kemudian diangkat sehingga jaring pemeliharaan terbagi menjadi dua. Waktu panen dilakukan pada pukul 10.00 – 18.00. Sedangkan menurut Akbar S dan Sudaryanto (2002), panen dilakukan pada suhu rendah yakni pagi atau sore hari. Panen dan pengangkutan merupakan kegiatan akhir budidaya. Sehingga tidak kalah pentingnya dibanding kegiatan lain. Kesalahan dan keteledoran dalam pemanenan dan Sebelum benih dipanen dilakukan pemuasaan selama 1 hari bertujuan untuk menghindarkan terjadinya buangan sisa-sisa metabolise yang dapat menurunkan kualitas air selama pengangkutan. 
7.      Pasca Panen

       Dalam pengangkutan ikan konsumsi, ada dua hal yang harus diperhatikan,yaitu persiapan dan cara pengangkutan. Persiapan matang terhadap ikan dan bahan pengemassangat diperlukan untuk memperlancar dan melindungi ikan agar tetap segar hingga tiba ditempat tujuan. Persiapan terhadap ikan berupa pemuasaan dan pemilahan ukuran. Pemuasaan bertujuan untuk menghindarkan terjadinya buangan sisa-sisa metabolise yang dapat menurunkan kualitas air. Lama pemuasaan sekitar 6 – 24 jam, tergantung ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka pemuasaannya semakin lama. Persiapan bahan pengangkut perlu diperhatikan. Bila bahannya tidak sesuai maka kesegaran ikan hingga tiba di tempat tujuan akan menurun. Ada dua cara pengangkuatan dan bahan pengangkutnya juga berbeda. Untuk pengangkutan terbuka diperlukan bahan pengangkut berupa drum plastik atau fiber glass, aerator, atau oksigen murni, selang dan batu aerasi. Sementara untuk pengangkutan tertutup diperlukan kardus, styrofoam. Plastik, karet, oksigen, dan pita perekat. Selain bahan diatas, bahan lain yang harus disiapkan adalah air laut dan es. 

Senin, 19 September 2016

PEMBUATAN KOLAM TERPAL













SWASEMBADA PAKAN IKAN UNTUK KESINAMBUNGAN AKUAKULTUR DENGAN BUDIDAYA IKAN SISTEM ORGANIK

Sektor perikanan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh perikanan laut, meskipun tidak menutup kemungkinan akan berkembangnya sektor perikanan di bidang budidaya air tawar. Hal ini dikarenakan lokasi daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang secara geografis di kelilingi oleh lautan dan selat. Selain sumber daya laut, daerah ini juga memiliki potensi untuk budidaya air tawar dan payau.
Perikanan di sektor budidaya air tawar mulai menggeliat di pulau Bangka beberapa tahun terakhir. Bahkan salah satu Kabupaten di pulau Bangka mengedepankan produksi ikan air tawar dalam program minapolitan. Permintaan ikan air tawar pada konsumen lokal yang semakin meningkat, menjadikan daya tarik tersendiri selain sebagai upaya menekan “impor” ikan air tawar dari daratan Sumatera. Meskipun tidak bisa dipungkiri jika masyarakat Bangka lebih menyukai mengkonsumsi ikan laut hasil tangkapan nelayan yang masih menjadi primadona andalan asupan protein dibandingkan ikan air tawar.
Ikan air tawar seperti nila, mujair, lele dan patin menjadi komoditi yang diburu konsumen di pasar-pasar tradisional. Bahkan terkadang konsumen kesulitan mendapatkan ikan air tawar seperti lele di pasar-pasar tradisional akibat stok ikan lele yang kosong. Merebaknya warung pecel lele turut menambah konsumsi ikan air tawar di pulau Bangka.
Menurut penulis, produksi ikan air tawar cukup potensial sebagai mata pencaharian alternatif selain penambangan timah, dimana saat ini sebagian besar masyarakat propinsi Kepulauan Bangka Belitung lebih memilih mata pencaharian sebagai penambang timah yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan mata pencaharian lainnya.
Selain ramah lingkungan, produksi ikan air tawar dinilai mampu memberikan pendapatan bagi masyarakat secara berkelanjutan. Di saat timah semakin menurun produktifitasnya dan harus berpindah-pindah, produksi ikan air tawar semakin bertambah seiring meningkatnya ketrampilan dan aplikasi teknologi dalam budidaya ikan.

Harga Pakan Ikan Melambung
Kendala muncul saat Bangka Belitung yang berkepulauan diterpa musim angin dan gelombang tinggi. Nelayan kesulitan mencari ikan sehingga harga ikan laut dipasaran berlipat. Semestinya ikan air tawar hasil produksi budidaya mampu menutupi kebutuhan ikan masyarakat Bangka. Namun realitanya, produksi ikan air tawar ikut terpuruk akibat harga pakan ikan yang melambung tinggi. Pakan ikan komersil yang disuplai dari Jakarta (pulau Jawa) dan ataupun Palembang (pulau Sumatera) terpengaruh dengan musim angin dan ombak tinggi. Minimnya distribusi dan permintaan yang tetap tinggi meningkatkan nilai jual pakan ikan.
Seperti diberitakan Bangka Pos edisi hari Jumat, 01 Maret 2013, bahwa ratusan pembudidaya ikan di propinsi kepulauan Bangka Belitung terkendala berkurangnya ketersediaan pakan dan meningkatnya harga pakan ikan.
Sementara dalam analisa penulis, pakan ikan merupakan biaya produksi terbesar dalam budidaya ikan yaitu berkisar 60% dari total biaya produksi. Saat harga pakan ikan kondisi normal berkisar Rp.8.000,- per kilogram, dan Food Cost Ratio (FCR) mampu mencapai 1,1 yang artinya setiap 1,1 kilogram pakan menghasilkan 1 kilogram ikan, maka diperkirakan harga impas ikan senilai Rp. 14.666,- setiap kilogram. Sehingga  saat pembudidaya ikan menjual ikan dengan harga Rp.18.000,- per kilogram maka diperoleh keuntungan sekitar Rp.3.333,- per kilogramnya. Tentunya keuntungan akan jauh menyusut saat pakan ikan “langka” dan melambung harganya.
Pembudidaya ikan akan berpikir menghentikan produksinya sementara waktu hingga harga pakan normal kembali daripada mengalami kerugian akibat biaya produksi yang meningkat. Untuk itu diperlukan solusi yang konkrit (nyata) agar di musim angin dan gelombang tinggi tidak lagi menjadi “kambing hitam” saat distribusi pakan ikan terhambat yang berimbas pada ketersediaan dan harga pakan ikan di pasaran.

Pabrik Pakan Ikan Mini
Permasalahan yang selalu dikeluhkan pembudidaya ikan menyangkut harga pakan dan ketersediaan pakan ikan semestinya dinilai  sebagai peluang. Jumlah pembudidaya ikan dan jumlah produksi budidaya ikan yang semakin meningkat dinilai dapat menjadi  potensi wirausaha bidang pakan ikan.
Kelompok pembudidaya ikan yang tentu saja dipayungi dan di dampingi pemerintah dapat secara bersama-sama mendirikan pabrik pakan ikan skala kecil yang dapat mencukupi kebutuhan pakan ikan dalam kelompok maupun di distribusikan pada kelompok pembudidaya ikan lainnya. Dengan tersedianya pakan ikan yang diproduksi dalam kelompok itu sendiri, maka dimungkinkan terbentuk kluster budidaya ikan yang segala kebutuhannya tercukupi di dalam lingkup kluster baik benih maupun pakannya.  
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga dapat mengambil peran untuk ketersediaan pakan ikan sebagai kebutuhan masyarakat di pulau Bangka Belitung. Mesin produksi pakan ikan telah banyak dibuat baik produk dalam negeri maupun luar negeri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sumber protein sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan juga cukup banyak tersedia dari limbah ikan maupun jenis-jenis ikan non ekonomis.

Budidaya Ikan Sistem Organik memanfaatkan pakan alami
Solusi lainnya adalah penerapan budidaya ikan sistem organik. Budidaya ikan sistem organik sebenarnya bukan teknik membudidaya ikan yang baru, namun mencontoh teknik budidaya ikan yang diterapkan cara tradisional dengan modifikasi dan perbaikan.
Pembudidaya tradisional pada masa lampau menggunakan teknik ekstensif yaitu menebar benih pada wadah budidaya tanpa memberikan pakan tambahan hingga masa panen. Pakan ikan tergantung pada ketersediaan yang ada di alam berupa pakan alami. Tentu saja kepadatan tebar benih rendah untuk menyesuaikan ketersediaan pakan alami dalam wadah budidaya.
Pada budidaya sistem organik yang dikembangkan saat ini, pakan alami yang dibutuhkan ikan juga ditebar dan ditumbuhkan untuk dapat mencukupi kebutuhan ikan, sehingga ketersediaan pakan alami dapat disesuaikan dengan padat tebar ikan. Jika pembudidaya menebar ikan dengan kepadatan tinggi, maka ketersediaan pakan alami juga harus banyak untuk memenuhi kebutuhan ikan.

 foto budidaya.1
Untuk tahap awal dimana ikan berumur hingga 1 bulan, pakan alami dapat diproduksi dalam kolam budidaya dengan menebarkan kompos untuk menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton seperti daphnia dan infusoria.
Penambahan kompos yang direndam dalam air menggunakan karung diperlukan selama pemeliharaan sebagai media pertumbuhan plankton.  Setelah berumur 1 bulan, ikan di pindahkan ke kolam lain yang sebelumnya telah ditumbuhi plankton menggunakan kompos. Selama pemindahan juga dilakukan sortasi untuk memisahkan ukuran ikan agar tidak terjadi dominasi pakan alami.
Selain pakan alami yang terbentuk dalam kolam, dimungkinkan pemberian pakan tambahan berupa limbah ikan baik ikan rucah, jeroan ikan untuk mempercepat pertumbuhan ikan. Pada jenis ikan herbivora seperti ikan nila dan gurami, daun-daunan semacam daun talas dan sente serta tumbuhan air semacam kiambang dan azolla dapat ditumbuhkan di sekitar kolam sebagai pakan tambahannya.
Jika dikaji lebih mendalam banyak bahan-bahan lokal yang dapat menjadi alternatif pengganti ataupun mengurangi penggunaan pakan komersil contoh antara lain maggot lalat black soldier, limbah sawit, azzola, dan sebagainya. Semoga dengan kesadaran kita akan keberlanjutan dari budidaya dapat menumbuhkan keinginan bersama untuk lebih jauh menggali potensi sumber daya alam lokal.

Tenaga ekstra menuju swasembada pakan ikan
Memang membutuhkan tenaga ekstra untuk mewujudkan swasembada pakan ikan, baik penerapan pabrik pakan ikan skala kecil maupun budidaya ikan sistem organik, Namun hal ini bukan tidak mungkin mengurangi atau bahkan melepaskan ketergantungan pembudidaya ikan air tawar terhadap pakan komersil.
Semestinya arah budidaya ke depan memikirkan bagaimana seoptimal mungkin memanfaatkan bahan baku lokal yang berpotensi untuk mengurangi ataupun menggantikan  penggunaan pakan komersil sebagai pakan utama dalam budidaya.
Hal ini dibutuhkan kerjasama yang optimal dan berkesinambungan antar semua pihak yang memiliki kepentingan dalam usaha budidaya, yaitu dukungan dari pemerintah, kalangan akademik sebagai peneliti dan pembudidaya sebagai mitra aplikasi.
Kesejahteraan pembudidaya akan mengalami peningkatan seiring minimnya biaya produksi dan akan banyak masyarakat yang tertarik membudidayakan ikan, sehingga semakin berkurang juga ketergantungan masyarakat pada penambangan timah di pulau yang kita cintai ini.

Sumber : http://pusluh.kkp.go.id/mfce/html/index.php?id=artikel&kode=110/ Ira Triswiyana, S.Pi. / Penyuluh Perikanan Bangka Barat

Jumat, 16 September 2016

TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG VANNAMEI SUPER INTENSIF


Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros sejak 2013 melakukan penelitian budidaya udang vannamei teknologi super intensif di Instalasi Tambak Percobaan BPPBAP yang terletak di Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Disebut teknologi super intensif karena luasan petak tambak  sekitar 1.000 m2, kedalaman air lebih dari 2 meter, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal, dilengkapi dengan tandon dan petak pengolah limbah budidaya. 
Sistem akuakultur ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produksi udang yang berdaya saing.  Disinilah peran penelitian dan pengembangan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economy. Peneliti utama BPPBAP Maros Prof Dr. Ir. Rachman Syah, MS, sejak 2013 mencoba mengkaji kinerja budidaya udang vaname super intensif pada padat penebaran yang berbeda sebagai acuan untuk menentukan padat penebaran optimal udang vaname super intensif pada tambak kecil.  Kinerja yang didapatkan sangat memuaskan dimana selama masa pemeliharaan 105 hari  produksi yang diperoleh pada usaha budidaya udang super intensif  kepadatan 500 ekor/m2 adalah  sebesar : 6.376 kg, sedangkan pada  kepadatan 600 ekor/m2 dihasilkan produksi sebesar 8.407 kg.  Laba operasional dari kegiatan tersebut diperkirakan  sebesar Rp. 234-338 juta per siklus. Menurut Rachman Syah, kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2 didapatkan produksi yang besar.  Di sisi lain, potensi dampak akuakultur super intensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik, sedimentasi. 
Pada tahun 2014, Prof Rachman melanjutkan penelitian dengan mengkaji estimasi beban limbah dan aplikasi pemberian pakan pada budidaya udang vaname super intensif.  Benang merah penelitian 2013 – 2014 ini menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy, dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut.
Panen Parsial
Salah satu bagian penelitian ini yaitu panen parsial.  Panen ini  dilakukan secara parsial yaitu pada pemeliharaan hari ke 70, 90, 105 dan total pada hari ke 120. Panen parsial pertama dilakukan pada tanggal 25 Mei 2014. Tujuan panen parsial ini adalah untuk menyeimbangkan biomass udang dalam pemanfaatan ruang dan komponen abiotik seperti lingkungan perairan (kandungan oksigen).  Total produksi pada panen parsial pertama ini  yaitu sekitar 10 ton udang vaname dari tiga petak dengan kepadatan  750 ekor permeter persegi, 1.000 ekor permeter persegi,  1.250 ekor permeter persegi. Panen parsial kedua dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2014 dan panen terakhir pada tanggal 26 Juni 2014 disaksikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo.
            Berkelanjutan
Seusai menyaksikan panen udang vannamei, Sharif mengatakan bahwa pengembangan tambak dengan teknologi super intensif dengan label Eco Culture Vaname Estate menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy. Disebutkan, produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur yang berdaya saing tinggi. Dalam hal ini, BPPBAP dikatakan telah mengkaji estimasi beban limbah pada budidaya udang vaname super intensif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel Fosfat, Bahan Organik Total, Padatan Tersuspensi Total telah melebihi ambang batas standar buangan air limbah budidaya udang. Oleh karena itu, kata dia, sudah menjadi kebutuhan dalam penerapan teknologi super intensif ini adalah Instalasi Pengelolaan Air Limba (IPAL).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. "Dengan adanya sistem tandon air limbah ini, maka buangan air limbah akan diolah sehingga kualitasnya berada pada kisaran yang dipersyaratkan," jelas Sharif. Sharif menegaskan, teknologi super intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya IPAL yang menjadi satu kesatuan sistem yang holistik meliputi proses pembesaran udang dan proses pengolahan buangan air limbah. Apalagi potensi dampak akuakultur super intensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik dan sedimentasi. Tentunya sejarah degradasi pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur. "Hal inilah yang menjadi dasar road map penelitian selanjutnya," tandas Sharif.
Dalam sambutannya Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan apresiasi kepada penyuluh perikanan yang hadir pada acara panen udang vannamei di Takalar. “Penyuluh perikanan punya peran penting dalam menyebar inovasi teknologi kepada masyarakat,” ungkap Sharif C.Sutardjo. Salah satu hasil inovasi teknologi yang kini mulai dikembangkan oleh Balitbang KP adalah tambak udang vannamei super intensif. Menteri mengakui teknologi tersebut sudah lebih awal diujicoba oleh Dr. Hasanuddin Atjo di kabupaten Barru dan di Sulawesi tengah.
Pada kesempatan yang sama Kepala Balitbang KP, Dr. Ir Achmad Poernomo menyampaikan upaya litbang perikanan budidaya akan terus dikembangkan untuk memberi kontribusi dalam program nasional industrialisasi perikanan berbasis blue economy.  Para peneliti diharapkan mampu terus berinovasi dengan memperkuat azas scientific dalam pemecahan masalah perikanan. Dikatakannya, saat ini Balai Litbang Budidaya Air Payau sebagai unit kerja teknis Badan Litbang KP terus mengembangkan dan memantapkan penelitian sumberdaya budidaya, kesehatan ikan dan lingkungan, kajian teknologi pakan dan nutrisi, bioteknologi dan keteknikan budidaya air payau.  “Jembatan litbang perikanan budidaya dan pemerintah daerah perlu terus dikembangkan agar hasilnya nyata dinikmati masyarakat” tambahnya. 


Sumber : http://pusluh.kkp.go.id/mfce/html/index.php?id=artikel&kode=109 / Abdul Salam Atjo, Penyuluh perikanan Madya BP4K Pinrang

AQUAPONIK ALTERNATIF BUDIDAYA IKAN DAN SAYURAN DILAHAN SEMPIT DAN RAMAH LINGKUNGAN

Aquaponik merupakan sistem perikanan Budidaya Terpadu yang menggabungkan antara akuakultur yaitu budidaya perikanan dan hydroponik yaitu budidaya tanaman yang tidak membutuhkan media tanah.
Sistem Aquaponik adalah sistem sirkulasi akuakultur yang menggabungkan produksi tanaman tanpa tanah. Sistem aquaponik ini merupakan salahsatu alternatif pemanfaatan lahan pekarangan yang sempit. Dalam satu lahan yang sama bisa menghasilkan dua jenis komoditas yaitu sayuran dan ikan
Salahsatu alasan menciptakan Teknologi aquaponik ini yaitu masih belum banyaknya orang memanfaatkan pekarangan dengan berbudidaya dua komoditas yaitu ikan dan sayuran, Selain itu sebagai penunjang salahsatu program pemerintah Kabupaten Bandung dalam rangka menjadikan Kabupaten Bandung Kawasan Rumah Pangan Lestari Yang ramah lingkungan.

Prinsip Dasar Aquaponik
Permasalahan yang timbul dalam budidaya perikanan yaitu adanya kadar amonia yang tinggi yang dikeluarkan dari feses dan insang sebagai hasil metabolisme ikan yang bisa bersifat racun bagi ikan (0,5-1 ppm). Bakteri nitrifikasi merubah limbah ikan sebagai nutrien yang dapat dimanfaatkan tanaman  Kemudian  tanaman akan berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan, dan suplai oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan. Dengan siklus ini akan terjadi siklus saling menguntungkan.
Sistem silkurasi aquaponik yang dirancang ini yaitu dengan mengalirkan  air kolam ke pipa hidroponik. Aliran air kolam ini bisa menjadi nutrisi buat tanaman karena mengandung unsur hara dari sisa sisa pakan yang tidak termakan dari ikan, juga dari hasil metabolisme ikan yang dikeluarkan lewat feses.  Akar tanaman sebagai  penyerap nutrisi yang terkandung dalam air kolam juga berfungsi sebagai filter dan air diresirkulasi kembali dalam keadaan  kaya akan oksigen

Pemilihan komoditas.
Memilih komoditas baik jenis sayuran maupun ikan dalam aquaponik memiliki peranan penting, selain harus cocok dengan suhu tempat budidaya juga harus bisa memenuhi keinginan pasar.
Sayuran daun hijau yang paling baik tumbuh dalam subsistem hidroponik adalah petsai, selada, kemangi, seledri Sedangkan jenis ikan air tawar yang paling umum digunakan dalam sistem aquaponik dan paling popular untuk aquaponik skala rumah tangga maupun komersial adalah nila, lele.

Keuntungan Akuaponik
Aplikasinya baik secara teoritis, praktis dan ekonomis tentu saja akuaponik akan sangat menguntungkan sekali, karena lahan yang dipakai tidak akan terlalu luas, memiliki hasil produksi ganda, hemat air, mengurangi penggunaan bahan kimia serta bersifat organik.
Keuntungan secara praktis sudah barang tentu kita tidak perlu mencangkul, merumput, menggembur dan membungkuk atau aktifitas lainnya yang menyiksa badan. Sistem akuaponik tidak menggunakan pupuk dan pestisida. Juga tidak perlu untuk menyiram sayuran setiap hari. Anda hanya memberi makan kepada ikan lalu menyebabkan anda mendapat sayuran dan ikan segar ( menghasilkan dua produk dalam satu unit produksi). Hasil panen tanaman dari akuaponik tentunya memiliki nilai harga jual yang cukup tinggi di supermarket karena bersifat organik.
Aquaponik sebagai model produksi pangan berkelanjutan menuju masyarakat berkemandirian pangan untuk mensejahterakan keluarga.

Alat dan Bahan Aquaponik
  1. Kolam ikan  : Bisa terbuat terpal
  2. Ikan lele
  3. Pipa pvc sebagai tempat menyimpan tanaman hidroponik dan tempat mengalirnya air dari kolam
  4. Pump digunakan untuk mengalirkan air kolam ke pipa pipa hidroponik (Sirkulasi air)
  5. Tanaman sayuran hidropon
Sumber : http://pusluh.kkp.go.id/mfce/html/index.php?id=artikel&kode=108 / Sulastiariningrum, A.Md

Kamis, 15 September 2016

APLIKASI PROBIOTIK RICA DI TAMBAK UDANG TRADISIONAL PLUS


Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Badan Litbang KP melakukan uji lapangan probiotik RICA (Research Institute for Coastal Aquaculture) di hamparan tambak udang vannamei pola tradisional plus di kelompok pembudidaya ikan Samaturue desa Wiringtasi kecamatan Suppa Pinrang. Sebelumnya BPPBAP telah sukses melakukan kajian Iptekmas aplikasi probiotik Rica 1, 2 dan 3 pada komoditi udang windu tahun 2012 di lokasi yang sama . Dalam uji lapangan tersebut selain mengaplikasikan probiotik Rica 1,2 dan 3 juga juga diuji probiotik Rica 4 dan 5. Probiotik RICA 1,2 dan 3 merupakan hasil isolat bakteri asal tambak kelompok Bacilllus(Brevibacillus laterosporus), Serratia marcescens dari daun mangrove dan isolat  Pseudoalteromonas sp. Edeep-1 yang berasal dari laut. Sedangkan probiotik RICA 4 dan 5 diisolasi dari bakteri bacillus mikro algae dan makro algae rumput laut.
Peneliti BPPBAP Maros, Ir. Muharjadi Atmomarsono, M.Sc mengatakan bakteri probiotik merupakan salah satu cara untuk menanggulangi penyakit pada usaha budidaya udang. Kegagalan panen di pertambakan udang windu di Indonesia sejak dua dekade terakhir terutama disebabkan oleh dua jenis patogen, yaitu Vibrio harveyi (bakteri kunang-kunang) dan WSSV (White Spot Syndrome Virus). Sudah banyak cara yang dilakukan oleh BPPBAP untuk mencegah gagal panen udang tersebut antara lain dengan metode tandon air dan biofilter penanaman mangrove kembali di sepanjang saluran dalam rangka menghasilkan bakterisida alami yang dapat mematikan bakteri V. harveyi ,pemakaian tokolan udang windu dan aplikasi bakteri probiotik di tambak.
Pada ujicoba tambak tradisional plus ini dilakukan penebaran benur vannamei di 14 petak atau seluas 6,9 ha hari Kamis, 27 Pebruari 2014. Dalam ujicoba tersebut ada tiga kelompok petakan tambak pengujian yaitu kelompok I mengaplikasikan secara bergantian probiotik Rica 1,2 dan 3 sampai panen. Kelompok II mengaplikasi probiotik Rica 3,4 dan 5 sampai panen dan kelompok III  aplikasikan probiotik Rica 1 secara terus menerus sampai panen. Diakhir kajian disimpulkan dari ketiga kelompok tersebut mana yang paling menguntungkan bagi pembudidaya udang. Selanjutnya tugas penyuluh untuk menyebarluaskan hasil kajian teknologi tersebut kepada pembudidaya yang lainnya.
Pada hari Selasa 3 Juni 2014 dilakukan panen pada petakan tambak seluas 0,70 ha milik ketua kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Samaturue, P.Parajai dengan hasil panen 400 kg dengan berat rata-rata 70 gram per ekor dari jumlah penebaran benur 42.000 ekor."Sebelumnya kami hanya berhasil memanen 225-270 kg per hektarnya, kini sudah mencapai 400 Kg, " kata P. Parajai. Sedang petak uji milik Ruslan dengan luas petakan sekitar 0,70 ha dengan jumlah tebar 44.000 benur, hasilnya mencapai 1.100 kg. "Perbedaan produksi ini disebabkan oleh perlakuan  probiotik dan dosis pakan yang berbeda,”  jelas Muharjadi Atmomarsono. Panen perdana hasil kajian BBPBAP tersebut dihadiri oleh kepala Balai, Ir. Andi Parenrengi, Kepala Balai Karantina ikan Makassar, Drs. Widodo dan sejumlah peneliti, penyuluh perikanan dan anggota Pokdakan kecamatan Suppa.

ALAT DAN BAHAN
Bakteri probiotik RICA bisa diperbanyak melalui kultur di lokasi tambak. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain bakteri probiotik RICA, yaitu isolate BT951, MY1112 dan BL542 dalam media nutrient broth (100-200 ml/20liter air tambak), tepung ikan 400 gram/20 liter air tambak, dedak halus 1.000 gram/20 liter air tambak, ragi roti (yeast) 100 gram/20 liter air tambak, molase (tetes tebu) 500 gram atau sekitar 375 ml/20 liter air tambak dan air tambak 20 liter. Sedangkan peralatan kultur yang dipersiapkan antara lain aerator double power 1 unit dilengkapi dengan slang aerasi (pengatur gas dan batu aerasi), ember besar tertutup untuk wadah kultur, jarigen steril, corong plastik, gayung, takaran literan, timbangan, spidol permanen, kompor gas, panci stainless volume 50 liter, pengaduk dari kayu, beberapa ember dan stoples.

CARA KULTUR
Cara kulturnya adalah  pertama-tama memasak dedak dan tepung ikan dalam 20 liter air tambak hingga mendidih. Matikan api kompor lalu masukkan ragi roti sambil diaduk kemudian masukkan molase terus diaduk agar cepat merata. Dininkan campuran tersebut dengan cara merendam panci ke dalam tambak atau membaginya ke dalam beberapa tempat agar cepat dingin. Setelah dingin air tersebut dibagi kedalam dua ember lalu masukkan bakteri probiotik sebanyak 50-10 ml/ember kemudian diaerasi secara terus-menerus dengan aerator AC/DC. Setelah dikultur selama 4-5 hari  konsentrasi bakteri sudah mencapai 10 pangkat sepuluh hingga sepuluh pangkat dua belas CFU/ml. Bakteri probiotik siap digunakan di tambak dengan dosis 0,2-1 ppm atau 2-10 liter/ha dengan kedalama air 1 meter.

CARA APLIKASI DI TAMBAK
Cara aplikasi di tambak adalah bakteri diencerkan lebih dahulu dengan air tambak kemudian ditebar merata ke permukaan air tambak. Pemberian bakteri probiotik dilakukan setiap 5-7 hari untu budidaya udang tradisional  plus dan semi intensif, sedangkan untuk sistim intensif diperlukan aplikasi 1-2 kali perminggu atau tergantung kondisi airnya. Bakteri probiotik RICA  yang terbaik adalah system pergiliran yaitu BT951 diberikan empat kali sejak minggu ke 2-3 pemeliharaan  kemudian diganti dengan MY1112 diberikan 3-4 kali  berturut-turut kemudian diganti dengan BL542 diberikan 3-4 kali dan diulang lagi dengan BT951 hingga panen. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi peneliti di BPPBAP Maros yaitu Muharijadi Atmomarsono, Alamat: Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Jalan Makmur Daeng Sittaka 129, Maros, Sulsel 90512, HP 08124263006; Fax (0411) 371545; E-mail: hari_atmo@yahoo.com


Sumber :    http://pusluh.kkp.go.id/mfce/html/index.php?id=artikel&kode=105/  Abdul Salam Atjo, Penyuluh perikanan Madya BP4K Pinrang