Jumat, 25 Mei 2018

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN












JENIS-JENIS TERUMBU KARANG






Sumber:
Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/jenis-jenis-terumbu-karang.html

MENGENAL LAMUN

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea        (9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum. Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001).
Lamun, merupakan bagian dari beberapa ekosistem dari wilayah pesisir dan lautan perlu dilestarikan, memberikan kontribusi pada peningkatan hasil perikanan dan pada sektor lainya seperti pariwisata. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian khusus seperti halnya ekosistem lainnya dalam wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan secara terpadu. Secara langsung dan tidak langsung memberikan manfaat untuk meningkatkan perekonomian terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.
Habitat lamun dapat dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini padang lamun merupakan suatu kerangka struktural yang berhubungan dalam proses fisik atau kimiawi yang membentuk sebuah ekosistem. Mengingat pentingnya peranan lamun bagi ekosistem di laut dan semakin besarnya tekanan gangguan baik oleh aktifitas manusia maupun akibat alami, maka perlu diupayakan usaha pelestarian lamun melalui pengelolaan yang baik pada ekosistem padang lamun.
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
Daerah Padang Lamun dengan kepadatan tinggi akan dijumpai fauna bentos yang lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah yang tidak ada tumbuhan lamunnya. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa tanaman lamun.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
  1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
  2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
  3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
  4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
  6. Mampu hidup di media air asin
  7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.



Gambar  Ekosistem Lamun
Sumber:
Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
http://www.kaskus.co.id/thread/521cc1341cd719396100000b/hot-padang-lamun-dapat-menyimpan-karbon-dua-kali-lipat-lebih-banyak-daripada-hutan/
https://blogs.uajy.ac.id/nanda2012/2014/09/05/ekosistem-padang-lamun-threats-and-conservation/
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=141%3Apadang-lamun&catid=72%3Asains&Itemid=52&lang=id
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/mengenal-lamun.html

Senin, 21 Mei 2018

FUNGSI EKOSISTEM LAMUN

Pada dasarnya ekosistem lamun memiliki fungsi yang hampir sama dengan ekosistem lain di perairan seperti ekosistem terumbu karang ataupun ekosistem mangrove, seperti sebagai habitat bagi beberapa organism laut, juga tempat perlindungan dan persembunyian dari predator. Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut  dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui  bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:
1.      Sebagai Produsen Primer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang  (Thayer et al. 1975).
2.      Sebagai Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan  dan makan   dari berbagai  jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi dan Peres, 1977).
3.      Sebagai Penangkap Sedimen
Daun lamun yang  lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan  dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan  dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun dapat berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg dan Lowestan 1958).
4.      Sebagai Pendaur Zat Hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.

Gambar 1. Rantai makanan dalam ekosistem lamun
Sedangkan menurut Philips dan Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. Ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:
1.      Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui Itekanan–tekanan dari  arus dan gelombang.
2.      Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.
3.      Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.
4.      Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.
5.      Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.
6.      Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
Selanjutnya dikatakan Philips dan Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern.
Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk digunakan untuk kompos dan pupuk; cerutu dan mainan anak-anak; dianyam menjadi keranjang; tumpukan untuk pematang; mengisi kasur; ada yang dimakan; dibuat jaring ikan.
Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk  penyaring limbah; Stabilizator pantai; Bahan untuk pabrik kertas; Makanan; Obat-obatan; Sumber bahan kimia.
Sumber:
Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/fungsi-ekosistem-lamun.html

KEBUDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN




























Sumber :
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/kebudayaan-masyarakat-nelayan.html

INTERAKSI LAMUN DENGAN EKOSISTEM LAINNYA

Ekosistem padang lamun berinteraksi dengan ekosistem lain di sekitarnya. Interaksi terpenting ekosistem padang lamun adalah dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Interaksi antara lamun dengan ekosistem lain.

Gambar 1. Interaksi antara tiga ekosistem laut dangkal  (UNESCO, 1983 dalam
                        Hutomo, 2004)
Penelitian para ahli di Karibia tentang interaksi antara ketiga ekosistem utama laut dangkal ini, berhasil mengklasifikasikan 5 (lima) tipe interaksi utama antara ketiga ekosistem tersebut. Adapun 5 (lima) tipe interaksi utama antara ketiga ekosistem tersebut, yakni interaksi-interaksi fisik, nutrient dan zat organik yang terlarut, materi organik melayang, ruaya hewan dan dampak manusia. Sebagai gambaran secara umum, pada lingkungan yang tidak terganggu, aliran nutrient terlarut dari mangrove telah meningkatkan produktivitas primer padang lamun. Padang lamun dan mangrove meningkatkan produktivitas sekunder terumbu karang dengan menyediakan tempat mencari makan. Fungsi pengendali sedimen kurang terlihat, tetapi peranannya menjadi sangat menonjol apabila lingkungan tersebut terganggu. Dalam keadaan ini, aliran dari darat ke laut menjadi faktor yang kritis karena kerusakan sistem lain dan sebaliknya (UNESCO, 1983 dalam Hutomo, 2004). 
Sumber:
Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/interaksi-lamun-dengan-ekosistem-lainnya.html

EKOSISTEM LAMUN DAN MANFAATNYA

Lamun atau sea grasses adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lngkungan laut dan hidup di perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Lamun berbunga, berbuah, dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara. Terdapat 4 hal ciri-ciri lamun:
  1. Toleransi terhadap kadar garam lingkungan.
  2. Tumbuh pada perairan yang selamanya terendam.
  3. Mampu bertahan dan mengakar pada lahan dari hempasan ombak dan arus.
  4. Menghasilkan polinasi hydrophilous ( benang sari yang tahan terhadap kondisi perairan)
  5. (Hadi Endrawati, 2000)
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung (Nyabaken, 1992)

Manfaat Lamun

Secara ekologi, kebun lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan sumber utama produktivitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme (dalam bentuk detritus). Selanjutnya mereka berfungsi menstabilkan dasar-dasar lunak dimana kebanyakan spesies tumbuh, terutama dengan sisten akr yang padat dan saling menyilang. Penstabilan dasar olah akar ini sangat kuat dan mampu bertahan dalam topan badai sekalipun. Sebaliknya, sistem ini dapat melindungi banyak organisme. Jadi terdapat banyak hewan umum yang dijumpai di kebun lamun, tetapi tidak berhubungan dengan tingkatan makanan secara langsung. Kebun lamun berperan juga sebagi tempat pembesaran bagi banyak spesies yang menghabiskan waktu dewasanya dilingkungan lain. (Nyabaken, JW. 1992)
Sumber:
Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.
http://www.cintalaut.com/2013/07/pengertian-dan-manfaat-tumbuhan-lamun.html
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/ekosistem-lamun-dan-manfaatnya.html

Kamis, 17 Mei 2018

PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN

1.      Potensi lamun
Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang dihuni  oleh 13 jenis lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni tersusun dari satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran yang terdiri dari berbagai jenis lamun. Di setiap padang lamun hidup berbagai biota lainnya yang berasosiasi dengan lamun, yang keseluruhannya terkait dalam satu rangkaian fungsi ekosistem.
Lamun juga penting bagi perikanan, karena banyak jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi penting, hidup di lingkungan lamun. Lamun dapat befungsi sebagai tempat ikan berlindung, memijah dan mengasuh anakannya, dan sebagai tempat mencari makan. Selain ikan, beberapa biota lainnya yang mempunyai nilai ekonomi juga dapat dijumpai hidup di padang lamun seperti teripang, keong lola (Trochus), udang dan berbagai jenis kerang-kerangan. Beberapa hewan laut yang sekarang makin terancam dan telah dilindungi seperti duyung (dugong) dan penyu (terutama penyu hijau) makanannya terutama teridiri dari lamun. Lamun juga mempunyai hubungan interkoneksi dengan mangrove dan terumbu karang sehingga diantara ketiganya dapat terjadi saling pertukaran energi dan materi.
Dilihat dari aspek pertahanan pantai,  padang lamun dengan akar-akarnya yang mencengkeram dasar laut dapat meredam gerusan gelombang laut hingga padang lamun dapat mengurangi dampak erosi. Padang lamun juga dapat menangkap sedimen hingga akan membantu menjaga kualitas air.
2.      Gangguan dan ancaman terhadap lamun
Meskipun lamun kini diketahui mempunyai banyak manfaat, namun dalam kenyataannya lamun menghadapi berbagai ganggujan dan ancaman. Gangguan dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik).
1)        Gangguan alam
Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat menimbulkan kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami yang dipicu oleh gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat yang menghantam dan memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi dalam tsunami Aceh (2004). Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005)  mengangkat sebagian dasar laut hingga terpapar ke atas permukaan dan menenggelamkan bagian lainnya lebih dalam. Debu letusan gunung api seperti letusan Gunung Tambora (1815) dan Krakatau (1883) menyelimuti perairan pantai sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang lamun di sekitarnya.
Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di lintang 10 - 20o Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering menerpa Filipina dan pantai utara Australia. Kerusakan padang lamun di pantai utara Australia karena diterjang siklon sering dilaporkan. Indonesia yang berlokasi tepat di sabuk  katulistiwa, bebas dari jalur siklon, tetapi dapat menerima imbas dari siklon daerah lain. Siklon Lena (1993) di Samudra Hindia misalnya, lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan besar pada lingkungan  pantai di Maumere.
Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun. Sekitar 10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk dalam jaringan makanan di laut.  Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan bulu babi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.
2)        Gangguan dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun:
1)      Kerusakan fisik yang menyebabkan degradasi lingkungan, seperti penebangan mangrove, perusakan terumbu karang dan atau rusaknya habitat padang lamun;
2)      Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat, maupun dari kegiatan di laut;
3)      Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan;
4)      Tangkap lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga meliwati kemampuan daya pulihnya
5)      Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.
6)      Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari).
7)      Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak memupuk tambak).
8)      Water polution (logam berat dan minyak).
a)     Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten. Di Teluk Kuta (Lombok) penduduk membongkar karang-karang dari padang lamun untuk bahan konstruksi, atau untuk membuka usaha budidaya rumput laut. Demikian pula terjadi di Teluk Lampung. Di Bintan (Kepulauan Riau) pembangunan resor pariwisata di pantai banyak yang tak mengindahkan garis sempadan pantai, pembangunan resor banyak mengorbankan padang lamun.
b.      Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan  nitrat) ke perairan pantai dapat menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan timbulnya ledakan populasi plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan lamun. Epiffit yang hidup menempel di permukaan daun lamun juga dapat tumbuh kelewat subur dan menghambat pertumbuhan lamun. Kegiatan penambangan didarat, seperti tambang bauksit di Bintan, limbahnya terbawa ke pantai dan merusak padang lamun di depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada tumpahan minyak di laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan, pemboran, debalasting muatan kapal tanker. Bencana yang amat besar terjadi saat kecelakaan tabrakan atau kandasnya kapal tanker yang menumpahkan muatan minyaknya ke perairan pantai, seperti kasus kandasnya supertanker Showa Maru yang merusak perairan pantai Kepuluan Riau.
c.       Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan
Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut. Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang lamun. Di Lombok Timur dilaporkan kegiatan perikanan dengan bom dan racun yang menyebabkan berkurangnya kerapatan dan luas tutupan lamun.
d. Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini  semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil. Demikian pula teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus)  yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam. Duyung yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada lamun kini  telah menjadi hewan langka yang dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.
B.     Akar masalah pengelolaan
Merujuk pada gangguan atau kerusakan padang lamun seperti disebut di atas, maka perlulah diidentifikasi akar masalahnya. Pada dasarnya manusia tak dapat mengontrol dan mengelola fenomena alam seperti tsunami, gempa, siklon. Kita hanya bisa melakukan mitigasi atau penanggulangan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu alam juga mempunyai ketahanan (resilience) dan mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dari gangguan sampai batas tertentu.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasarkan  acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai berikut:
1                  Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam lingkungan.
2                  Kemiskinan masyarakat
3                  Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut;
4                  Kebijakan pengelolaan yang tak jelas;
5                  Kelemahan perundangan
6                  Penegakan hukum yang lemah
C.  Pengelolaan Ekosistem Lamun
Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam  diberikan porsi yang lebih besar.
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai  komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001).
Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based Management). Raharjo (1996) mengemukakan  bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan  mengenai karakteristik lokal dari masyakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan  terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.
D.     Pengelolaan Berwawasan Lingkungan
Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan pembangunan, agar dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup di pesisir dan laut dalam lingkungan pembangunan.
E.  Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Menurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (community-base management) dapat didefinisikan sebagai proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw, 2002; Dahuri, 2003).
Pengelolaan berbasis masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah co-management (pengelolaan bersama), yakni pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat, yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan. Pengelolaan berbasis masyarakat berawal dari pemahaman bahwa masyarakat mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidupnya sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik, sehingga yang dibutuhkan hanyalah dukungan untuk mengelola dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat saat ini menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan dukungan dan persetujuan dari pemerintah setempat dalam hal pengambilan keputusan. Demikian pula dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dukungan pemerintah masih memegang peranan penting dalam memberikan pengarahan, bantuan teknis, dan merestui kegiatan yang sudah disepakati bersama. Sebaliknya, bila tidak ada dukungan partisipasi masyarakat terhadap program yang sudah direncanakan oleh pemerintah, maka hasilnya tidak akan optimal. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dan pemerintah setempat secara bersama-sama sangatlah penting sejak awal kegiatan.
Konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994). Dalam konsep Cooperative Management, ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (goverment centralized management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (community based management). Dalam konsep ini masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan. Masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh masyarakat lokal secara langsung menjadi bibit dari penerapan konsep tersebut. Tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil dengan baik tanpa mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam tersebut.
Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen penting keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu: (1) konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti (sosial, ekonomi, dan sumberdaya), dan (2) pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasis masyarakat.
Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif (Carter, 1996), yaitu: (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik, (3 )mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, (4) responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan lokal, (5) mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, (6) mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen, dan (7) masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan.
Pengelolaan ekosistem padang lamun pada dasarnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem padang lamun yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya padang lamun tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini, pada umumnya disebabkan oleh masyarakat pesisir tidak pernah dilibatkan, mereka cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan tidak pernah sebagai subyek dalam program-program pembangunan di wilayahnya. Sebagai akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan partisipasi mereka terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya menjadi sangat rendah. Agar pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini tidak mengalami kegagalan, maka masyarakat pesisir harus dilibatkan.
Dalam pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem padang lamun, diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan Tinggi dan kalangan peneliti lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakt dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan aspek ekonomi dan ekologi. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakat, kedua komponen masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya.
Pengelolaan berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan utama, yaitu:
a)     masalah sumberdaya hayati (misalnya, tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan konflik antara nelayan tradisional dan industri perikanan modern),
b)     masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan sumberdaya hayati laut (misalnya, berkurangnya daerah padang lamun sebagai daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran).
F.     Pendekatan Kebijakan
Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, serta merencanakan kegiatan pembangunan. Pengelolaan ekosistem padang lamun secara terpadu mencakup empat aspek, yaitu: (1) keterpaduan wilayah/ekologis; (2) keterpaduan sektoral; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan stakeholders (pemakai).
G.    Rehabilitasi padang lamun
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
1.      Rehabilitasi lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,  dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
Rehabilitasi  lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:
a)        Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan (stake holders).
b)        Penyadaran masyarakat (Public awareness).  Penyadaran masyarakat dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
1)      Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun lewat media cetak (koran, majalah, dll)
2)      Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer, booklet, dan lain-lain
3)      Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh agama, tokoh wanita, seniman, dll)  dalam penyebar-luasan bahan penyadaran.
c)        Pendidikan.  Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal
d)        Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.
e)        Mata pencaharian alternatif.  Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Masyarakat yang lebih sejahtera lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.
f)         Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
g)        Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary) berbasis masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih menjamin keamanan dan keberlanjutan DPPL.
h)        Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas.  Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan.
i)          Penegakan hukum secara konsisten.   Segala peraturan perundangan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.
2.  Rehabilitasi keras
Rehabilitasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan. 
Sumber:
Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com/2016/10/pengelolaan-ekosistem-lamun.html